ILMU
PENDIDIKAN ISLAM
Oleh : Ardan Lelemappuji, S.HI
Oleh : Ardan Lelemappuji, S.HI
A.
Defenisi
Pendidikan adalah suatu proses yang
dilakukan secara sadar atau disengaja guna untuk menambah pengetahuan, wawasan
serta pengalaman untuk menentukan tujuan hidup sehingga bisa memiliki pandangan
yang luas untuk ke arah masa depan lebih baik dan dengan pendidikan itu sendiri
dapat menciptakan orang-orang berkualitas.
Pendidikan Islam berarti sistem
pendidikan yang memberikan kemampuan sseseorang untuk memimpin kehidupannya
sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai dan mewarnai
corak kepribadiannya, dengan kata lain pendidikan Islam adalah suatu sistem
kependidikannya yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh
hamba Allah sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek
kehidupan manusia baik duniawi maupun ukhrawi.
Pendidikan
merupakan suatu proses generasi muda untuk dapat menjalankan kehidupan dan
memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien. Pendidikan lebih
daripada pengajaran, karena pengajaran sebagai suatu proses transfer ilmu
belaka, sedang pendidikan merupakan transformasi nilai dan pembentukan
kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya. Perbedaan pendidikan dan
pengajaran terletak pada penekanan pendidikan terhadap pembentukan kesadaran
dan kepribadian anak didik di samping transfer ilmu dan keahlian.
Pengertian
pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam konteks Islam inheren dengan
konotasi istilah “tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib” yang harus dipahami secara
bersama-sama. Ketiga istilah ini mengandung makna yang mendalam menyangkut
manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan
saling berkaitan satu sama lain. Istilah-istilah itu pula sekaligus menjelaskan
ruang lingkup pendidikan Islam: informal, formal dan non formal.
Hasan
Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi
muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang
diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya
di akhirat.
Tujuan
pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu
untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepadaNya,
dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat (lihat S.
Al-Dzariat:56; S. ali Imran: 102).
Dalam
konteks sosiologi pribadi yang bertakwa menjadi rahmatan lil ‘alamin, baik
dalam skala kecil maupun besar. Tujuan hidup manusia dalam Islam inilah yang
dapat disebut juga sebagai tujuan akhir pendidikan Islam.
Tujuan
khusus yang lebih spesifik menjelaskan apa yang ingin dicapai melalui
pendidikan Islam. Sifatnya lebih praxis, sehingga konsep pendidikan Islam
jadinya tidak sekedar idealisasi ajaran-ajaran Islam dalam bidang pendidikan.
Dengan kerangka tujuan ini dirumuskan harapan-harapan yang ingin dicapai di
dalam tahap-tahap tertentu proses pendidikan, sekaligus dapat pula dinilai
hasil-hasil yang telah dicapai. Dalam tujuan khusus tahap-tahap penguasaan anak
didik terhadap bimbingan yang diberikan dalam berbagai aspeknya; pikiran,
perasaan, kemauan, intuisi, ketrampilan atau dengan istilah lain kognitif,
afektif dan psikomotor. Dari tahapan ini kemudian dapat dicapai tujuan-tujuan
yanglebih terperinci lengkap dengan materi, metode dan system evaluasi. Inilah
yang kemudian disebut kurikulum, yang selanjtnya diperinci lagi kedalam silabus
dari berbagai materi bimbingan.
Dasar-dasar
pendidikan Islam, secara prinsipil diletakkan pada dasar-dasar ajaran Islam dan
seluruh perangkat kebudayaannya, yaitu:
1.
1.Al-Qur’an
dan Sunnah, karena memberikan prinsip yang penting bagi pendidikan yaitu
penghormatan kepada akal, kewajiban menuntut ilmu dsb.
2.
Nilai-nilai
social kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam atas prinsip
mendatangkan kemanfaatan dan menjauhkan kemudharatan bagi manusia.
3.
Warisan
pemikiran Islam, yang merupakan refleksi terhadap ajaran-ajaran pokok Islam.
Karakteristik
pendidikan Islam:
1.
penekanan
pada pencarian ilmu pengetahuan, penguasaan dan pengembangan atas dasr ibadah
kepada Allah swt.
2.
penekanan
pada nilai-nilai akhlak.
3.
pengakuan
akan potensi dan kemampuan seseorang untuk berkembang dalam suatu kepribadian.
4.
pengamalan
ilmu pengetahuan atas dasr tanggung jawab kepada Tuhan dan masyarakat manusia.
B.
Pengertian
Pendidikan Islam
Ilmu Pendidikan Islam Ilmu Pengetahuan Perbedaan dengan Ilmu pengetahuan yang
lain penggongan-penggolongan suatu
masalah dan pembahasan masalah demi masalah di dalam pendidika pendidikan Islam memerlukan beberapa metodologi
pengembangan, antara lain: test, pendidik memberikan test kepada anak didiknya
untuk mengetahui perkembangan anak didi
interview observasi, dalam
pendidikan Islam dibutuhkan observasi untuk mengetahui keadaan real membimbing
menusia lain kepada daerah kedewasaan berdasarkan manusia dalam usahanya
membawa atau membimbing menusia lain kepada daerah kedewasaan berari Pendidikan
Islam adalah manusia Sistematika formal
material Obyek Metode
Pengembangan
Dari berbagai literatur terdapat
berbagi macam pengertian pendidikan
Islam. Menurut Athiyah Al-Abrasy, pendidikan Islam adalah mempersiapkan
manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap
jasmaninya, sempurna budi pekertinya, pola pikirnya teratur dengan rapi,
perasaannya halus, profesiaonal dalam bekerja dan manis tutur sapanya. Sedang
Ahmad D. Marimba memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah
bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum islam menuju kepada
terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
Islam. Menurut Athiyah Al-Abrasy, pendidikan Islam adalah mempersiapkan
manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap
jasmaninya, sempurna budi pekertinya, pola pikirnya teratur dengan rapi,
perasaannya halus, profesiaonal dalam bekerja dan manis tutur sapanya. Sedang
Ahmad D. Marimba memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah
bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum islam menuju kepada
terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
Sedangkan menurut Syed Muhammad
Naquib Al-Attas, pendidikan adalah
suatu proses penamaan sesuatu ke dalam diri manusia mengacu kepada metode
dan sistem penamaan secara bertahap, dan kepada manusia penerima proses dan
kandungan pendidikan tersebut.
suatu proses penamaan sesuatu ke dalam diri manusia mengacu kepada metode
dan sistem penamaan secara bertahap, dan kepada manusia penerima proses dan
kandungan pendidikan tersebut.
Dari definisi dan pengertian itu ada
tiga unsur yang membentuk
pendidikan yaitu adanya proses, kandungan, dan penerima. Kemudian
disimpulkan lebih lanjut yaitu " sesuatu yang secara bertahap ditanamkan ke
dalam diri manusia".
pendidikan yaitu adanya proses, kandungan, dan penerima. Kemudian
disimpulkan lebih lanjut yaitu " sesuatu yang secara bertahap ditanamkan ke
dalam diri manusia".
Jadi definisi pendidikan Islam
adalah, pengenalan dan pengakuan yang
secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia, tentang tempat-
tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga
membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di
dalam tatanan wujud dan kepribadian. Jadi pendidikan ini hanyalah untuk
manusia saja.
secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia, tentang tempat-
tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga
membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di
dalam tatanan wujud dan kepribadian. Jadi pendidikan ini hanyalah untuk
manusia saja.
Kembali kepada definisi pendidikan
Islam yang menurut Al-Attas
diperuntutukan untuk manusia saja. menurutnya pendidikan Islam dimasukkan
dalamAt- ta'dib, karena istilah ini paling tepat digunakan untuk menggambarkan
pengertian pendidikan itu, sementara istilahtarbiyah terlalu luas Karen
diperuntutukan untuk manusia saja. menurutnya pendidikan Islam dimasukkan
dalamAt- ta'dib, karena istilah ini paling tepat digunakan untuk menggambarkan
pengertian pendidikan itu, sementara istilahtarbiyah terlalu luas Karen
Pendidikan dalam istilah ini
mancakup juga pendidikan kepada hewan. Menurut
Al-AttasAdabun berarti pengenalan
dan pengakuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur
secara hierarkis sesuai dengan beberapa tingkat dan tingkatan derajat mereka
dan tentang tempat seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu
serta dengan kepastian dan potensi jasmaniah, intelektual, maupun rohaniah
seseorang.
Dari pengertian Al-Attas tersebut
dibutuhkan pemahaman yang mendalam, arti dari pengertian itu adalah,
"pengenalan" adalah menemukan tempat yang tepat
sehubungan denagn apa yang dikenali,
sedangkan "pengakuan" merupakan tindakan yang bertalian dengan pengenalan
tadi. Pengenalan tanpa pengakuan
adalah kecongkakan, dan pengakuan tanpa pengenalan adalah kejahilan belaka.
Dengan kata lain ilmu dengan amal haruslah seiring. Ilmu tanpa amal maupun
amal tanpa ilmu adalah kesia-siaan. Kemudian tempat yang tepat adalah
kedudukan dan kondisinya dalam kehidupan sehubungan dengan dirinya,
keluarga, kelompok, komunitas dan masyarakatnya, maksudnya dalam
mengaktualisasikan dirinya harus berdasarkan kriteria Al-Quran tentang ilmu,
akal, dan kebaikan (ihsan) yang selanjutnya mesti bertindak sesuai dengan ilmu
pengetahuan secara positif, dipujikan serta terpuji.
adalah kecongkakan, dan pengakuan tanpa pengenalan adalah kejahilan belaka.
Dengan kata lain ilmu dengan amal haruslah seiring. Ilmu tanpa amal maupun
amal tanpa ilmu adalah kesia-siaan. Kemudian tempat yang tepat adalah
kedudukan dan kondisinya dalam kehidupan sehubungan dengan dirinya,
keluarga, kelompok, komunitas dan masyarakatnya, maksudnya dalam
mengaktualisasikan dirinya harus berdasarkan kriteria Al-Quran tentang ilmu,
akal, dan kebaikan (ihsan) yang selanjutnya mesti bertindak sesuai dengan ilmu
pengetahuan secara positif, dipujikan serta terpuji.
C. Hakekat
pendidikan Islam
Dalam pandangan Al-Attas pendidikan
Islam harus terlebih dahulu
diberikan kepada manusia sebagi peserta didik, pendidikan tersebut berupa
pengetahuan tentang manusia disusul dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya.
Dengan demikian dia akan tahu jati dirinya dengan benar, tahu "dari mana dia,
sedang dimana dia, dan mau kemana dia kelak". Jika ia tahu jati dirinya, maka ia
akan selalu ingat dan sadar serta mampu dalam memposisikan dirinya, baik
terhadap sesama makhluk, dan yang terlebih lagi kepada Allah SWT.
diberikan kepada manusia sebagi peserta didik, pendidikan tersebut berupa
pengetahuan tentang manusia disusul dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya.
Dengan demikian dia akan tahu jati dirinya dengan benar, tahu "dari mana dia,
sedang dimana dia, dan mau kemana dia kelak". Jika ia tahu jati dirinya, maka ia
akan selalu ingat dan sadar serta mampu dalam memposisikan dirinya, baik
terhadap sesama makhluk, dan yang terlebih lagi kepada Allah SWT.
Ketiga realita yaitu, manusia, alam,
dan Tuhan diakui keberadaannya,
dengan Tuhan sebagai sumber dari segalanya (alam dan manusia). Tuhan dapat
dipahami sebagaimana dinformasikan dalam Al-Quran sebagi Rabb al-Alamin,
dan Rabb al-Nass. Amrullah Ahmad menilai bahwa dalam definisi pendidikan Al-
Attas mengandung proses pengajaran seseorang dalam tatanan kosmis dan sosial
yang akan mengantarkannya untuk menemukan fungsinya sebagi kholifah.
dengan Tuhan sebagai sumber dari segalanya (alam dan manusia). Tuhan dapat
dipahami sebagaimana dinformasikan dalam Al-Quran sebagi Rabb al-Alamin,
dan Rabb al-Nass. Amrullah Ahmad menilai bahwa dalam definisi pendidikan Al-
Attas mengandung proses pengajaran seseorang dalam tatanan kosmis dan sosial
yang akan mengantarkannya untuk menemukan fungsinya sebagi kholifah.
Menurut Dr. Sutari Barnadib ilmu
pengetahuan adalah suatu uraian yang
lengkap dan tersusun tentang suatu obyek. Berbeda dengan Drs. Amir Daien yang
mengartikan bahwa ilmu pengetahuan adalah uraian yang sistematis dan metodis
tentang suatu hal atau masalah
lengkap dan tersusun tentang suatu obyek. Berbeda dengan Drs. Amir Daien yang
mengartikan bahwa ilmu pengetahuan adalah uraian yang sistematis dan metodis
tentang suatu hal atau masalah
D. Hakekat
Pendidikan Islam sebagai Disiplin Ilmu
Suatu ilmu
pengetahuan haruslah memenuhi tiga syarat pokok yaitu:
1. suatu ilmu pengetahuan harus
mempunyai obyek tertentu (khususnya obyek
formal).
2. suatu ilmu pengetahuan harus
menggunakan metode-metode tertentu yang sesuai.
3. suatu ilmu pengetahuan harus
mengggunakan sistematika tertentu.
Pendidikan
Islam masuk dalam disiplin ilmu dikarenakan telah memenuhi persyaratan ilmu
pengetahuan yaitu:
1. Pendidikan Islam mempunyai obyek
material yaitu manusia sebagai peserta didik, dan mempunyai obyak formal yaitu
kegiatan manusia dalam usahanya membimbing manusia lain kepada arah kedewasaan
berdasarkan nilai-nilai Islam.
2. Pendidikan Islam mempunyai metode,
metode pengembangan yang kiranya
digunakan ilmu pengetahuan Islam adalah metode test, metode interview,
metode observasi, dan lain sebagainya.
digunakan ilmu pengetahuan Islam adalah metode test, metode interview,
metode observasi, dan lain sebagainya.
3.
Pendidikan
Islam mempunyai sistematika, walaupun sistematika tersebut
kadang tidak tersurat. Sistematika pendidikan Islam dapat diketahui dengan
adanya penggolongan-penggolongan suatu masalah dan pembahasan masalah
demi masalah di dalam pendidikan Islam.
kadang tidak tersurat. Sistematika pendidikan Islam dapat diketahui dengan
adanya penggolongan-penggolongan suatu masalah dan pembahasan masalah
demi masalah di dalam pendidikan Islam.
E. Tujuan
Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan adalah menciptakan
seseorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang
luas kedepan untuk mencapai suatu cita- cita yang di harapkan dan mampu
beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Karena
pendidikan itu sendiri memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek
kehidupan. Karena tanpa pendidikan itu sendiri kita akan terjajah oleh adanya
kemajuan saat ini, karena semakin lama semakin ketat pula persaingan dan
semakin lama juga mutu pendidikan akan semakin maju.
Tujuan pendidikan Islam Menurut H.M.
Arifin adalah idealitas (cita-cita) yang mengandung nilai-nilai islam yang
hendak dicapai dalam proses kependidikan yang berdasarkanajaran Islam secara
bertahap.
Prof. H. M. Arifin, M. Ed
menjabarkan tujuan pendidikan yang bersasaran pada tiga dimensi hubungan
manusia selaku “Khalifah” dimuka bumi yaitu sebagai berikut:
1.
Menanamkan sikap hubungan yang
harmonis, selaras, dan seimbang dengan Tuhannya.
2.
Membentuk sikap hubungan yang
harmonis, selaras, dan seimbang dengan masyarakatnya.
3.
Mengembangkan kemampuannya untuk
menggali, mengelola dan memanfaatkan kekayaan alam ciptaan Allah bagi
kepentingan kesejahteraan hidupnya, dan hidup sesamanya serta bagi kepentingan
ubudiahnya kepadanya, dengan dilandasi sikap hubungan yang harmonis.
Tujuan pendidikan menurut Dra. Hj.
Nur Uhbiyati dan Dr. Zakiyah Daradjat ada empat macam, yaitu:
1.
Tujuan Umum
Tujuan umum
ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan
pengajaran atau dengan cara yang lainnya. Tujuan ini meliputi seluruh aspek
kemanusiaan, seperti: sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan.
Tujuan umum ini berbeda pada tingkat umur, kecerdasan, situasi dan kondisi,
dengan kerangka yang sama. Bentuk Insan Kamil dengan polatakwa kepada Allah swt
harus dapat tergambar dalam pribadi seseorang yang sudah terdidik, walaupun
dalam ukuran kecil dan mutu yang rendah.
2.
Tujuan Akhir
Pendidikan Islam ini berlangsung selama
hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah
berakhir. Tujuan umum yang berbentuk Insan Kamil dengan pola takwa dapat
mengalami perubahan naik turun, bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidup
seseorang. Perasaan, lingkungan, dan pengalaman dapat mempengaruhinya. Karena
itulah pendidikan Islam itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk,
mengembangkan, memelihara dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah
dicapai.
a.
Tujuan Sementara
Tujuan
sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah
pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal.
Pada tujuan sementara bentuk Insan Kamil dengan pola takwa sudah kelihatan
meskipun dalam ukuran sederhana, sekurang-kurangnya beberapa ciri pokok sudah
kelihatan pada pribadi anak didik.
b.
Tujuan Operasional
Tujuan operasional ialah tujuan praktis yang akan
dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Satu unit kegiatan
pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan
mencapai tujuan tertentu. Dalam tujuan operasional ini lebih banyak dituntut
dari anak didik suatu kemampuan dan keterampilan tertentu. Sifat operasionalnya
lebih ditonjolkan dari sifat penghayatan dan kepribadian.
F. Ilmu Pendidikan Sebagai Ilmu Pengetahuan
Ilmu Pengetahuan ialah suatu uraian yang lengkap dan
juga tersusun tentang suatu objek yang mempunyai cirri-ciri sebagai berikut;
1.
Mempunyai objek (lapangan) yang
jelas dan dapat dipisahkan dari objek ilmu pengetahuan lain.
2.
Dalam uraian (lengkap) itu
dijelaskan bagian demi bagian secara bersama-sama yang saling berkaitan secara
keseluruhannya (sistematis).
Ilmu Pengetahuan menurut kadar sistemnya dapat kita
bedakan menjadi dua; pertama; ilmu-ilmu murni dan kedua; ilmu-ilmu
pengalaman (empiris).
1.
Ilmu pengetahuan murni adalah ilmu
yang terbebas dari factor pengalaman atau empiris, ia murni berdiri sendiri.
Contohnya seperti ilmu pasti (matematika, hitung-hitungan), logika dan
filsafat.
2.
Ilmu pengetahuan empiris atau
pengalaman adalah ilmu yang terikat dengan objek-objek tertentu saja yang
didapat dari pengalaman. Objek-objeknya bisa terdiri dari gejala-gejala
kehidupan, seperti alam (ilmu alam), sejarah, gejala-gejala hidup atau situasi
pendidikan.
Bagian ilmu pengetahuan
empiris (pengalaman) dibagi kembali menjadi dua bagian, pertama; ilmu-ilmu
pengetahuan alam kedua; ilmu-ilmu pengetahuan rohani.
1.
Ilmu pengetahuan alam,
objek-objeknya terdapat di alam. Sifat metodenya eksperimental, empiris,
analitis dan sintetis.
2.
Ilmu pengetahuan
rohani, objek-objeknya terdapat dalam berbagai kegiatan rohani, seperti
berbicara, kebahasaan, kesusastraan, kegiatan belajar mengajar (didaktik
metodik) dan praktek-praktek yang mendidik lainnya. Sifat metodenya
menyelam supaya tahu, memperhatikan sebab dan tujuan, menggunakan angket, tes
dan interview.
Ilmu pendidikan
merupakan ilmu pengetahuan rohani karena situasi pendidikan berdasarkan atas
tujuan manusia tidak membiarkan anak manusia kepada keadaan alamnya, tetapi
anak manusia dipandang sebagai mahluk susila dan mesti dibawa kea rah
mahluk (manusia) susila yang berbudaya.
Dari ilmu pengetahaun
rohani itu dibagi kembali menjadi ilmu deskriptif dan normatif.
1.
Ilmu pengetahuan
deskriptif, hanya menggambarkan objek-objek dari ilmu pengetahaan rohani itu
2.
Ilmu pengetahaun
normatif, tergantung kepada pertimbangan nilainya.
Untuk menentukan
berbagai objek dari ilmu-ilmu pendidikan itu tergantung kepada apa yang
ditegaskan mengenai arti dari “mendidik”. Dalam hal ini pengukurannya
menggunakan saatu norma.
Selain itu ada juga
pembagian ilmu pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan yang bersifat teoritis
dan praktis. Ilmu pendidikan teoritis dibagi menjadi ilmu mendidik
sistematis, historis dan praktis.
Ilmu pendidikan termasuk ilmu
pengetahuan empiris, rohani dan rormatif yang diangkat dari pengalaman (emiris)
pendidikan, kemudian disusun secara teoritis untuk kemudian digunakan secara
praktis. Sebagai ilmu yang berdiri sendiri, maka ilmu pendidikan termasuk
kepada ilmu yang baru saja berkembang; padahal secara praktis, proses
pendidikan telah dimulai sejak manusia ada.
G.
Ilmu Pendidikan Sebagai Ilmu yang Normatif
Secara singkat ilmu
pendidikan sebagai ilmu yang normative, alasannya karena ilmu pendidikan
berdasar atas pemilihan antara yang baik dan sebaliknya untuk anak manusia
secara husus dan manusia secara universal.
Kenapa normatif, karena
ilmu pendidikan senantiasa berurusan dengan pertanyaan yang singkat, siapa
manusia itu?.
Secara umum pembahasan
mengenai manusia itu ada pada bidang filsafat, yaitu filsafat antropologi.
Pandangannya tentang manusia ini sangat besar penaruhnya terhadap konsep-konsep
pendidikan dan praktek-praktek pendidikan. Pandangan filsafat dapat menentukan
dilai-dilai luhur yang dipegang teguh oleh pendidik mau pun bangsa yang mau
atau sedang melaksanakan pendidikan. Nilai-nilai yang dipegang teguh itu
dijadikan suatu norma-norma untuk menentukan cirri manusia yang diharapkan
melalui praktek pendidikan. Sebenarnya nilai itu tidak hanya didapat dari
praktek mendidik (pengalaman) saja, tapi juga bersumber dari norma-norma
masyarakat, norma filsafat, pandangan hidup (way og life) dan juga dari norma
agama.
Penjelasan mengenai system nilai
yang menjadi norma bagi pendidikan, dapat kita cermati kisah sejarah berikut;
1.
Kisah Yunani
Tujuan
pendidikan Yunani yakni pembentukan rakyat yang kuat jasmaninya. Mereka
berpandangan bahwa manusia adalah mahluk bermain (homo ludens). Mereka
berpandangan bahwa pendidikan jasmani adalah pendidikan utama karena mensana
incorpore sano العقل السليم فى الجسم السلبم. Orang Yunani berpandangan demikian, dapat
diketahui latar belakangnya; mereka berada di Negara yang sering mengalami
ketegangan dengan Negara lain, sehingga perlu solusinya, untuk itu mereka harus
kuat jasmaninya.
Dari kisah
sejarah tadi dapat dipahami bahwa system nilai yang menjunjung tinggi aspek
jasmani telah memberikan corak normative tersendiri terhadap system pendidikan
Yunani.
2.
Kisah Rasionalisme; pengaruhnya
terhadap Eropa Barat
Pandangan manusia menurut mereka adalah mahluk berfikir (homo sapiens).
Akal dijadikannya pangkal tolak. Rakyatnya sangat menjunjung akal, baik akal
teoritis maupun praktis. Dengan akal, manusia menghasilkan pengetahuan. Dengan
pengetahuan maka manusia dapat berbuat baik dalam arti sempurna.
Untuk contoh
konkrit, Rene Descartes dengan metode kesangsiannya Cogito Ergo Sum (saya
berfikir karena saya ada); sebab saya sadar saya ada, maka berarti ada yang
meng-ada-kan saya, dan yang mengadakan itu adalah sempurna, maka apa-apa yang
diciptakannya adalah sempurna.
Dari faham ini dapat dikatakan bahwa akal (pengetahuan) maha kuasa. Ini
merupakan aksioma: implikasi pendirian ini bahwa pendidikan ini sangat
menjunjung tinggi pengaruh pengetahuan dan peranan akal rasio.
John Locke (bapaknya) empirisme yang sangat mementingkan pengaruh
pendidikan atas dasar teori tabularasa (anak lahir secara fitrah). Dari
contoh-contoh ini dapat dilihat bahwa ada nilai-nilai tertentu yang menjadi
norma, seperti tadi pengetahuan yang merupakan norma bagi pelaksanaan
pendidikan.
3.
Kisah John Dewey
John Dewey dengan pragmatism (etika utilitarisme, ilmu jiwa behaviorisme).
Diketahui normanya terletak pada; kebenaran itu terletak pada kenyataan yang
praktis. Apa yang berguna bagi diri itu adalah benar, segala yang sesuai
dengan praktek itulah yang benar.
Pandangan
John Dewey ini sangat berpengaruh dalam psikologi dan dapat menghasilkan
berbagai metode mendidik dengan cara mendrill dan latihan yang akhirnya
menghasilkan manusia sebagai mesin yang berdasar response terhadap stimulus.
Dari kisah-kisah di atas Nampak jelas bahwa nilai-nilai yang dijunjung
tinggi dalam pandangan manusia seseorang atau suatu bangsa itulah yang
dijadikan norma atau criteria untuk mendidik. Norma-norma ini biasanya
tergambar dalam tujuan pendidikan.
Dengan demikian ilmu pendidikan diarahkan kepada perbuatan yang mendidik
dengan tujuan. Tujuan itu ditentukan oleh nilai yang dijunjung tinggi oleh
seseorang atau bangsa, adapun nilai itu sendiri merupakan ukuran yang bersifat
normatif. Maka dari itu ilmu pendidikan dikatakan sebagai ilmu yang bersifat
normatif.
Adapun
al-qur’an memuat nilai-nilai normatif yang menjadi acuan dalam pendidikan Islam
adalah sebagai berikut;
1.
I’tiqodiyah yang berkaitan dengan iman kepada rukun
iman yang 6, bertujuan sebagai piñata kepercayaan individu
2.
Khuluqiyah yang berkaitan dengan pendidikan etika,
tujuannya membersihkan diri dari prilaku rendah dan menghiasi diri dengan
prilaku mahmudah
3.
Amaliyah yang berkaitan dengan pendidikan tingkah laku
sehari-hari; baik yang berhubungan dengan muamalah atau pun ibadah.
a.
Pendidikan ibadah yang memuat hubungan antara manusia
dengan tuhannya, seperti sholat, puasa, zakat, haji dan nadir; yang bertujuan
untuk aktualisasi nilai-nilai ubudiyah
b.
Pendidikan muamalah yang memuat hubungan antar
manusia, baik secara individual maupun institusional.
a) Pendidikan
syahsyiyah seperti prilaku individu (masalah pernikahan), hubungan suami-istri,
keluarga serta kerabat dekat; bertujuan untuk membentuk keluarga sakinah dan
mawadah warohmah.
b) Pendidikan
madaniyah yang berhubungan dengan perdagangan seperti upah, gadai, kongsi dan
sebagainya; bertujuan untuk mengelola harta benda atau hak individu.
c) Pendidikan
jana’iyah yang berhubungan dengan pidana atau pelanggaran yang dilakukan;
bertujuan untuk memelihara kelangsungan kehidupan manusia, baik berkaitan
dengan harta, kehormatan, maupun hak individu lainnya.
d) Pendidikan
murofa’at yang berhubungan dengan acara seperti peradilan, saksi maupun sumpah;
betujuan untuk menegakkan keadilan di antara anggota masyarakat.
e) Pendidikan
dusturiyah yang berhubungan dengan undang-undang Negara yang mengatur hubungan
antara rakyat dengan pemerintah atau Negara; bertujuan untuk stabilitas bangsa
Negara.
f) Pendidikan
duwaliyah yang berhubungan dengan tata Negara, seperti tata Negara Islam/ non-islam,
wilayah perdamaian dan wilayah perang, hubungan muslim satu Negara dengan yang
lainnya; bertujuan untuk perdamaian dunia.
g) Pendidikan
iqtishodiyah yang berhubungan denan perekonomian individu dan Negara, hubungan
miskin dan yang kaya; bertujuan untuk keseimbangan atau pemerataan pendapatan.
H. Ilmu Pendidikan Sebagai Ilmu yang Teoritis dan Praktis
Ilmu pendidikan tidak hanya mencari pengetahuan
deskiriptif tentang objek pendidikan, tetapi juga mencari pengetahuan bagaimana
caranya agar berguna bagi objek didiknya.
Dilihat dari maksud dan tujuannya, ilmu pendidikan
disebut sebagai ilmu yang praktis karena ditujukan kepada praktek-praktek dan
perbuatan yang mempengaruhi anak didiknya. Namun walaupun ilmu pendidikan
ditujukan pada peaktek mendidik, tetapi perlu dibedakan antara ilmu pendidikan
sebagai ilmu bersifat teoritis dan ilmu pendidikan sebagai ilmu bersifat
praktis.
Dalam ilmu
pendidikan teoritis dibagi lagi menjadi ilmu pendidikan sistematis dan ilmu
pendidikan historis.
1. Ilmu
Pendidikan Teoritis
Ilmu pendidikan teoritis para ahli dalam pemikirannya mengatur dan
mensistemkan berbagai masalah yang tersusun sebagai pola pemikiran pendidikan.
Caranya dari berbagai praktek pendidikan disusunlah suatu pemikiran-pemikiran
secara teoritis. Pemikiran teoritis ini kemudian disusun menjadi satu system
pendidikan. inilah yang dimaksud dengan ilmu pendidikan teoritis (sistematis).
Teoritis sama saja dengan sistematis.
Ilmu pendidikan sistematis memberikan suatu pemikitan-pemikiran secara
tersusun dan lengkap tentang masalah-masalah pendidikan. ilmu pendidikan
sistematis ini membahas semua permasalahan pokok dalam pendidikan secara
universal, abstrak dan objektif (pendapat Langeveld).
Pendidikan
sistematis ini sangat berkatian dengan sejarah pendidikan. sejarah pendidikan
berisikan tentang berbagai uraian yang terakhir menganai system-sistem
pendidikan sepanjang jaman dengan melihat latar belakang kebudayaan yang sangat
berpengaruh pada waktu itu. Seberapa besar keterkaitan atau sumbangan
sejarahpendidikan terhadap teori pendidikan maupun praktek pendidikan? untuk
mengetahuinya kita ikuti kisah berikut;
Di jaman Yunani kuno ada aliran Stoa, salah seorang pengikutnya bernama
Epiktetos. Dia adalah seorang yang berlatar belakang budak, ia berusaha untuk
tetap membela teori sikap kolektivisme. Apabila teori Epiktetos ini benar,
berarti ia tidak mengakui perbedaan manusia. Tetapi dia dengan tegas tidak
menyatakan perbedaan dalam derajat. Menurutnya walaupun ada persamaan secara
lahir, tetapi dalam derajat rohaniyah kita perlu mengakui bahwa ada perbedaan.
Dengan kata lain bahwa walaupun Epiktetos mengatakan semua anak manusia itu
sama derajat dan martabatnya, tapi perlu diakui bahwa tiap anak manusia
terdapat perbedaan yang khas. Menurut dia, kata ‘persamaan’ tidak bole diartikan
sebagai kesamaan lair, tapi perlu diperhatikan lagi dimana letak konkrit
kesamaannya. Sebaliknya harus berhati-hati dalam kesamaan itu, keduanya harus
silang dalam kenyataan atau dikatakan harus ada keseimbangan dalam menerangkan
kedua prinsip itu.
Dari kisah sejarah pendidikan ini terlihat secara jelas bahwa
pandangan-pandangan teoritis yang tersusun dapat dipakai sebagai peringatan
untuk menyusun teori pendidikan selanjutnya (yang baru).
Kesimpulannya bahwa terlihat ilmu pendidikan sistematis mendahului ilmu
pendidikan historis, tetapi ilmu pendidikan historis ini memberikan bantuan dan
menjadikan bahan untuk memperkaya ilmu pendidikan sistematis. Teori-teori yang
ditemukan (baik dari ilmu sistematis maupun historis) keduannya membantu para
pendidik agar selalu waspada dan hati-hati dalam praktek-praktek pendidikan.
Ilmu pendidikan historis memberikan uraian-uraian teoritis tentang
system-sistem pendidikan sepanjang jaman dengan melihat latar belakang
kebudayaan dan filsafat yang berpengaruh pada jaman itu.
Ilmu
pendidikan historis mempunyai hubungan timbale balik dengan ilmu pendidikan
sistematis. Sebaliknya ilmu pendidikan sistematis akan dibangkitkan untuk
masalah pendidikan yang baru apabila ilmu ini terbuka untuk menerima
bahan-bahan dari ilmu pendidikan historis, tetapi bila dibandingkan antara
keduanya maka yang sistematislah yang primair karnea penuturan yang sistematis
harus lebih dahulu untuk memungkinkan penyusunan ilmu historis
Para
pendidik yang genial sebenarnya memakai teorinya tersendiri, walau teroi itu
belum disadari atau belum disistematiskan. Seorang pakar ilmu pendidikan J.M.
Gunning pernah berkata bahwa teori tanpa praktek adalah baik untuk para
cendikia, dan praktek tanpa teori hanya ada pada orang-orang yang gila da para
penjahat. Maka dari itu para pendidik perlu suatu teori dan praktek yang
berjalan bersama-sama (saling).
Ilmu pendidikan adalah suatu ilmu pendidikan yang
memerlukan pemikiran teoritis, kenapa ?
1. Tiap-tiap
pendidik akan mendengarkan kritik-kritik, catatan-catatan, sumbangan pemikiran
dari para ahli. Pendidik akan mulai memikirkan secara kritis tindakan-tindakan
dalam perbuatan mendidiknya (ia bis belajar dari catatan dan kritik saran orang
lain). J.M Gunning pernah berkata bahwa mempelajari ilmu pendidikan berarti
mengubah diri sendiri menjadi orang lain, karena ada pemikiran teoritis tentang
tindakan mendidik itu sendiri, sehingga dianggap bahwa teori itu diperlukan.
2. Salah satu
masalah yang dianggap perlu pemikiran teoritis adalah apakah anak peserta didik
itu perlu untuk berkembang, perlu berapa jauh lingkungan pendidikan, potensi
kreatifitas peserta didik berkembang. Pemikiran yang mendasar ini selalu
dibicarakan dari abad-ke adab. Hal-hal ini memerlukan pemikiran teoritis.
Bertolak pula dari kenyataan praktek pendidikan pada jaman tersebut.
3. Ketika kita
membaca rumusan tujuan pendidkan dari jaman ke jaman, akan kita dapatkan
gambaran bagaimana caranya orang memperagakan suatu gambaran ideal tentang
manusia dan masyarakat yang diharapkan. Setiap saat tujuan pendidikan itu
berpindah dan berbeda-beda; suatu saat orang menghendaki tujuan pendidikannya
membentuk rakyat yang kuat seperti terjadi di Yunani, suatu saat tujuan
pendidikannya membentuk manusia yang baik yang mengabdi pada Negara, suatu saat
tujuan pendidikannya adalah membentuk manusia yang baik yang dipersiapkan
(kehidupan di dunia-akhirat), suatu saat orang menekankan kebebasan manusia
sebagai individu dan lain pihak menghendaki kepentingan bersama, pada suatu
saat orang menginginkan keseimbangan antara individu dan kepentingan bersama.
4. Pendidikan
perlu jangka waktu yang panjang, sebab pendidikan bercorak perbuatan pendidkan.
Dalam perbuatan, biasanya orang bisa melihat dan men-cek hasilnya segera. Hasil
pendidikan itu baru dapat dilihat pada generasi berikutnya. Untuk meneliti
hasil pendidikan itu orang harus melihat bagaimana cara bertindak, mendidik dan
bagaimana cara hidup anak di masa dewasa nanti.
Dari
penjelasan ini dapat dikatakan bahwa ilmu pendidikan memerlukan pemikiran
teoritis, yakni perlu pemikiran yang tersusun secara teratur dan sistematis.
1.
Ilmu Pendidikan Praktis
Ilmu pendidikan praktis memberikan pemikiran tentang masalah dan
ketentuan-ketentuan pendidikan yang langsung ditujukan kepada perbuatan
mendidik. Ilmu pendidikan praktis ini menempatkan diri di dalam situasi
pendidikan dan mengarahkan diri pada perwujudan/ realisasi dari ide-ide yang
dibentuk dan dari kesimpulan-kesimpulan yang diambil.
Menurut Langeveld dalam bukunya dikatakan bahwa praktek yang tidak
dibimbing oleh hipotesa atau teori-teori tertentu, maka akan berakhir sebagai
pemborosan dana, tenaga dan waktu karena hanya didasarkan pada percobaan yang
tidak terarah dan tidak menentu. Sebenarnya praktek dapat mengubah teori atau
dengan kata lain apabila pakta tida sesuai dengan teori, maka teori itu mesti
diubah. Jadi pakta ini dapat memperkaya teori.
Kesimpulannya antara teori dan praktek harus saling mengisi. Teori tanpa
praktek seperti kompas yang di pendam. Sebaliknya bila praktek tanpa teori
seperti kapal berlayar tanpa radar.
Dari ilmu
pendidikan praktis dapat dihasilkan ilmu-ilmu seperti pendidikan social,
keluarga, luar biasa, agama, dan lainnya.
I.
Teori dan Praktek dalam Pendidikan
Islam
Pengkajian bahan-bahan yang didapat
dari proses empiris, baik itu penelitian kualitatif atau kuantitatif, sangat
memerlukan pendalaman dan pengulasan teori yang dikembangkan. Intinya antara
teori (ilmu pendidikan islam) dan fakta yang berkembang dalam lapangan empiris
mesti saling berkaitan. Adapun keterkaitannya meliputi;
1.
Teori menetapkan adanya hubungan
dari fakta yang ada
2.
Teori mengembangkan system
klarifikasi dan struktur dari konsep-konsep.
Perlu dilihat bahwa fakta alam yang
ada disekitar kita tidak menyediakan system yang siap pakai untuk
pengklasifikasian objek keilmuan yang berupa fakta dan kejadian-kejadian,
metode dan sebagainya; manusia itulah yang bertindak sebagai pengatur dan
merumuskannya sehingga menjadi bermakna dan berguna bagi dirinya.
1.
Teori harus mengikhtisarkan
fakta-fakta, oleh sebab itu sbuah teori mesti mampu menerangkan sejumlah besar
fakta.
2.
Teori harus dapat meramalkan fakta.
Karena salah satu tugas dari sebuah teori adalah dapat meramalkan
kejadian-kejadian sebelum terjadi.
Antara teori dan praktek di satu pihak harus saling
berhubungan, di lain pihak harus dikembangkan melalui kegiatan penelitian
sebagai sarana memperkaya dan mengoreksi konsep-konsep operasional pendidikan
tersebut.
Karena melihat bahwa ilmu pendidikan Islam bersifat
teoritis dan praktis, maka agar keduanya bercorak ilmiyah- harus ada usaha
sistematisasi yang tersusun baik sehingga mampu memberikan deskripsi tentang
fakta/ data dari pengalaman dalam pengertian yang sederhana mungkin.
J.
Poin-Poin
Penjelasan Ilmu Pendidikan bersifat Normatif
1.
Sebagai ilmu pengetahuan normative,
ilmu pendidikan merumuskan kaidah-kaidah, norma-norma atau ukuran tingkah laku,
perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan manusia. Atau ilmu pendidikan bertugas
merumuskan peraturan-peraturan tentang tingkah laku perbuatan makhluk yang
bernama manusia dalam kehidupan dan penghidupannya.
2.
Sebagai ilmu pengetahuan praktis,
tugas pendidikan atau pendidik/ guru adalah menanamkan system-sistem norma
tingkah laku perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang
dijunjung oleh lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat.
3.
Sesuai dengan kenyataan di atas,
ilmu pendidikan erat hubungannya dengan ilmu filsafat dan ilmu pengetahuan
normative lainnya yang dalam sejarah perkembangan merupakan bagian dari yang
tak terpisahkan dan baru pada abad modern ini memisahkan diri sebagai ilmu
pengetahuan yang berdiri sendiri yang dinamai Filsafat Pendidikan pada
tahun 1908 M.
4.
Ilmu pengetahuan yang dapat
dimasukan kepada ilmu pengetahun normative meliputi; agama, filsafat dengan
cabang-cabangnya (metafisika, etika, estetika, logika), way of life sosial
masyarakat, kaidah pundamental Negara maupun tradisi kepercayaan bangsa.
5.
Bahwa agama, filsafat dengan
cabangnya serta istilah yang ekuifalen lainnya menentukan dasar-dasar dan
tujuan hidup yang akan menentukan dasar dan tujuan pendidikan manusia, dan
selanjutnya akan menentukan tingkah laku perbuatan manusia dalam kehidupan dan
penghidupannya.
6.
Bahwa dalam perumusan tujuan-tujuan
altimit dan proksimit, pendidikan akan ditetapkan hakikat dan sifat hakikat
manusia dari segi-segi pendidikan yang akan dibina dan dikembangkan melalui
prose pendidikan sebagaimana yang tercantum/ dirumuskan dalam system pendidikan
(science of education).
7.
Bahwa system pendidikan atau science
of education bertugas merumuskan alat-alat, prasarana, pelaksanaan,
tekhnik-tekhnik dan atau pola-pola proses pendidikan dan pengajaran yang di
mana akan dicapai dan dibina tujuan-tujuan pendidikan, dan ini meliputi
problematika kepemimpinan dan metode pendidikan, politik pendidikan, sampai
kepada seni mendidik (the art of education).
8.
Isi moral pendidikan atau tujuan
intermidit adalah berisi perumusan norma-norma atau nilai-nilai spiritual etis
yang akan dijadikan system nilai pendidikan dan atau merupakan konsepsi dasar
nilai moral pendidikan yang berlaku disegala jenis dan tingkat pendidikan.
9.
Bahwa wajar setiap manusia mempunyai
filsafat hidup atau kaidah-kaidah berpikir dan pikiran tentang kehidupan dan
penghidupannya, maka suatu keharusan agar setiap pendidik dan gurumemiliki dan
membina filsafat pendidikan yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan tugas
pendidikan dan pengajarannya, baik di dalam maupun di luar lembaga pendidikan
formal sekolah yaitu di dalam masyarakat.
10. Filsafat
pendidikan sebagai suatu lapangan studi bertugas merumuskan secara normative
dasar-dasar dan tujuan pendidikan, hakikat dan sifat hakaikat manusia, hakikat
dan segi-segi pendidikan, isi moral pendidikan, system pendidikan yang meiputi
politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan dan metodologi pengajarannya,
pola-pola kaulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan masyarakat.
K. Faktor-faktor Pendidikan
Unsure pokok
yang tersusun dalam pemikiran teoritis (gambaran manusia yang diharapkan)
antara lain; 1 yang menyangkut tujuan pendidikan. Gambaran manusia yang
bagaimana yang menjadi norma, dalil asasi antropologi yang memungkinkan
terjadinya proses mendidik, 2 siswa, 3 guru, 4 alat-alat pendidikan dan 5 alam
milieu.
- Tujuan pendidikan
Kalau di
Indonesia, manusia yang diharapkan dari pendidikan adalah menjadi manusia
pancasilais. Manusia pancasilais ini dijabarkan kembali dalam rumusan tentang
gambaran manusia seperti rumusan tujuan pendidikan nasional yang tertulis pada
ketetapan MPR nomor IV/MPR/1987 tentang pendidikan.
Untuk
mewujudkan itu, maka melalui pendidikan formal di sekolah didirikan
jenjang-jenjangnya, mulai dari Taman Kanak-kanak/ Raudhatul Athfal, Sekolah
Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Menengah Umum/ Madrasah Tsanawiyah, Sekolah
Menengah Atas/ Madrasah Aliyah, Perguruan Tinggi/ Jami’ah Ulya. Tiap jenjang
ini mempunyai sub tujuan sendiri dalam rangka mencapai tujuan nasional. Rumusan
tujuan pendidikan biasanya terdapat dalam kurikulum tiap jenjang sekolah atau
dikenal dengan tujuan institusional.
Setelah
tujuan institusional, selanjutnya tujuan kurikuler yang selanjutnya dijabarkan
menjadi tujuan instruksioal umum yang kemudian disusunlah pokok-pokok bahasan.
Tiap-tiap guru mempunyai kewajiban untuk menyusun
tujuan instruksional khusu. Jadi secara berurutan dalam kurikulum biasanya
kerangka berfikir tergambar dengan jelas dengan tujuan-tujuan berikut;
- Cita-cita nasional (alinea dua pembukaan Undang-undang Dasar 1945)
- Tujuan nasional (alinea empat pembukaan Undang-undang Dasar 1945)
- Tujuan pembangunan nasional (TAP MPR no. IV/MPR/1978 tentang bidang pendidikan)
- Tujuan institusional (tiap jenjang sekolah)
- Tujuan kurikuler
- Tujuan instruksional umum
- Tujuan instruksional khusus.
Secara teoritis, tujuan pendidikan dapat dibagi
menjadi enam (menurut Langeveld); tujuan umum/ akhir, tujuan tidak lengkap,
tujuan sementara, tujuan kebetulan, tujuan perantara (intermediaair). dijelaskan
di bahasan selanjutnya.
1.
Siswa
Tujuan hakiki dalam pendidikan adalah objeknya, yaitu siswa. Siswa ini
ingin menjadi manusia yang diharapkan. Gambaran manusia yang diharapkan ini ada
dalam tujuan pendidikan yang mesti sesuai dengan gambaran anak, hakikatnya
(sebagai mahluk susila), perkembangan jiwanya. Dalam hal ini pendidik mesti
mempelajari psikologi perkembangan, psikologi pendidikan dan psikologi belajar.
Dan yang perlu diketahui bahwa tiap anak itu tidak sama, jadi guru harus bisa
memahami proses pengidentifikasian siswa.
Adapun penentu tanggung jawab pendidikan anak adalah; orang tuanya dan
penggantinya bila orang tua tidak ada, guru (karena sebagai jabatan pendidik),
masyarakat, tokoh agama dan penentu lainnya.
Crow &Crow usia perkembangan meliputi; usia kronologis, usia
kejasmanian, usia anatomis, usia kejiwaan, usia pengalaman dan lainnya. Inilah
yang perlu diperhatikan oleh guru dalam mendidik, harus bisa mengetahui
perkembangan anak-anak didikanya.
Adapun factor perkembangan manusia (siswa) dapat kita amati tiga pakar
berikut;
- Factor keturunan yang dibawa oleh Scopenhauer dengan nativismenya mengatakan bahwa anak sejak lahir sudah memiliki berbagai pembawaan yang akan berkembang sendiri menurut arahnya, perkembangan yang di bawa mereka bisa baik bisa juga buruk. Pembawa pendapat ini disebut juga kelompok pesimis.
- Factor lingkungan yang dibawa oleh John Lock dan Francis Bacon dengan empirismenya bahwa anak dilahirkan dalam keadaan kosong (bagai kertas putih). Anak akan mengalami perkembangan dengan melalui pengalaman (empiris) yakni melalui lingkungan. Kelompok ini disebut juga kelompok optimis.
- Tetapi karena kita ketahui sekarang bahwa antara factor keturunan dan factor lingkungan mempunyai hubungan yang berkatian. Pendapat ini dikenal dengan pendapat konvergensi (penyatuan poin a dan b) yang dibawa oleh William Stern. Ini sesuai dengan sabda nabi Muhammad saw berikut;
حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِى ذِئْبٍ عَنِ الزُّهْرِىِّ عَنْ أَبِى
سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ
قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ
عَلَى الْفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ
يُمَجِّسَانِهِ ، كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ ، هَلْ تَرَى
فِيهَا جَدْعَاءَ
2.
Guru
Salzman tokoh guru jaman Aufklarung/ pencetakan sering menulis buku tentang
pendidikan yang mengambil contoh-contoh hidup dari binatang. Bukunya berjudul Buku
Semut, Buku Kepiting dan lainnya.
Di kisah
bukunya (kepiting) ada seekor induk kepiting dan anaknya mengikuti; induknya
berkata: ‘nak, ikut ibu’, anaknya jawab: iya bu, saya memang ikut jalannya ibu,
ibu jalan seperti itu, maka saya juga demikian.
Dari anekdot ini dapat diambil kesimpulan bahwa pendidik punya pengaruh
besar sebagai uswatun hasanah bagi siswanya. Ia harus tahu siapa dirinya
(pendidik), ia mesti tahu konsep diri, ide tentang diri, identitas diri sebagai
guru.
Sokrates
mengatakan bahwa kenalilah dirimu sendiri. Bila telah kenal, ia akan sadar
kelebihan dan kelemahannya seperti guru mengucapkan kata “eu” sebanyak 40 kali.
Sadar akan diri sendiri menjadi permulaan dari kemungkinan untuk mampu mendidik
orang lain.
3.
Alat pendidikan
Dalam menggapai tujuan pendidikan, perlu alat-alat pendidikan yang saling
berpasangan; perintah-larangan, dorongan-hambatan, nasihat-anjuran,
hadiah-hukuman, membuka kesempatan-menutup kesempatan.
Jadi alat
pendidikan adalah perbuatan yang diadakan sengan sengaja untuk mecapai tujuan
pendidikan.
Crow & Crow maksud dari alat pendidikan (media) meliputi
rencana-rencana kelas, bangku, papan tulis, projector, ruangan dan alat-alat
jasmani lainnya.
Penggunaan
alat pendidikan mesti sesuai dengan tujuan, keadaan siswa, situasi pendidikan
dan lingkungan pendidikan.
Target dari alat pendidikan sebagai pembantu pencapaian tujuan pendidikan
meliputi; apa yang hendak ditujunya (dengan alat apa), alat-alat yang mana yang
ada, guru mana yang akan memakai alat ini, kepada siswa mana menggunakan alat
ini (jenisk kelaminnya, umurnya, bakatnya, perkembangannya, lingkungannya).
Intinya tiap anak didik berbeda, tidak dengan alat yang sama dapat membantu
tujuan pendidikan.
4.
Lingkungan
Faktor alam atau milie ini adalah segala sesuatu yang ada disekeliling
siswa. Para ahli membagi ala mini menjadi; lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat. Ketiganya saling keterkaitan tidak bisa memisah, ia harus sebagai
mata rantai yang selalu berputar bekerjasama satu sama lain.
Ada juga sebagian pendidik yang membagi milieu ini menjadi; wujud manusia (keluarga,
teman main/ sekolah, tetangga), wujud kesenian (macam pertunjukan, bioskop,
wayang, overa), kesusastraan (buku bacaan, majalah, koran, tabloid), tempat
(tempat tinggal, iklim). Kesemuanya ini mempunyai pengaruh pada perkembangan
jiwa siswa dalam upaya menuju pada tujuan pendidikan.
L.
Pandangan Pendidikan menurut Para
Pakar
Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai upaya untuk memajukan
budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan
hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Lebih
lanjut beliau ( Kerja Ki Hajar Dewantara (1962) menjelaskan bahwa “Pendidikan
umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti ( kekuatan
batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak, dalam pengertian Taman
Siswa tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu, agar supaya kita dapat
memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang
kita didik selaras dengan dunianya “.
Dalam UU NO 20 tahun 2003 dijelaskan bahwa pendidikan adalah Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat.
Pidarta Made (2007: 169) menyatakan pendidikan adalah suatu proses membuat
orang kemasukan budaya, membuat orang berperilaku mengikuti budaya yang
memasuki dirinya. Dimanapun orang berada disitulah terjadi proses pendidikan
dan enkulturasi. Tempat terjadinya enkulturasi adalah sekolah, keluarga, dalam
perkumpulan pemuda, perkumpulan olahraga, kesenian, keagamaan, di tempat kursus
dan latihan.
Dari beberapa pengertian pendidikan yang diberikan oleh para ahli tersebut,
berbeda secara redaksional, namun secara esensial terdapat kesatuan unsur-unsur
atau faktor-faktor yang terdapat didalamnya.
Unsur-unsur
esensial dalalam pengertian pendidikan adalah sebagai berikut:
1.
Pembinaan (kepribadian),
pengembangan (kemampuan atau potensi diri), peningkatan (pengetahuan) serta
tujuan (kearah mana peserta didik akn diharapakan akan mengaktualisasikan
dirinya seoptimal mungkin.
2.
Ada hubungan antara kedua belah
pihak (pendidik dan peserta didik)
3.
Aktifitas pendidikan berlangsung
dilingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Musthofa al-Maraghi memberikan
definisi pendidikan pada dua; pertama tarbiyah khalqiyah yakni
penciptaan, pembinaan dan pengembangan jasmani peserta didik agar dapat
dijadikan sebagai sarana bagi pengembangan jiwanya, keduanya tarbiyah
diniyah tahzibiyah yakni pembinaan jiwa manusia dan kesempurnaannya melalui
petunjuk wahyu ilahi.
Al-Abrasyi memberikan pengertian
bahwa pendidikan adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan
bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya,
teratur fikirnya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya
(lisan maupun tulisan)
Crow & Crow memberikat arti
bahwa pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok
bagi individu untun kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat dan
kebudayaan serta kelembagaan social dari generasi ke generasi.
Tim Dosen IKIP Malang mengatakan
bahwa pendidikan sebagai upaya meningkatkan kualitas manusia Indonesia agar
masing-masing individu dapat berperan secara tepat sesuai dengan kodratnya
dengan pembekalan-pembekalan berikut;
1.
Keimanan dan ketakwaan pada Allah swt
2.
Budi pekerti yang luhur
3.
Kepribadian yang kuat
4.
Mandiri
5.
Keinginan untuk maju
6.
Ketangguhan
7.
Kecerdasan
8.
Kreatifitas
9.
Keterapmilan
10. Disiplin
yang tinggi
11. Etos kerja
yang tinggi
12. Profesionalisme
yang mantap
13. Tanggung
jawab yang tinggi
14. Produktifitas
yang tinggi
15. Sehat
jasmani dan rohani. (disarikan dari GBHN 1993).
Menurut John Dewey dalam buku
Filsafat Pendidikan menyatakan bahwa pendidikan adalah proses pembaharuan makna
pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pun pergaulan
orang dewasa dengan orang muda, mungkin terjadi secara sengaja dan dilembagakan
untuk menghasilkan kesinambungan social. Prose ini melibatkan pengawasan dan
perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok di mana ia hidup.
Horne mengatakan pendidikan sebagai
proses yang terus menerus dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk
manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar
kepada tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional
dan kemanusiaan dari manusia.
Frederick J. Mc. Donald mengatakan
pendidikan sebagai suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah
tabiat (behavior/ pembawaan) manusia.
M.J. langeveld mengatakan bahwa
pendidikan adalah setiap pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan
anak-anak merupakan lapangan atau suatu keadaan di mana pekerjaan mendidik itu
berlangsung.
A.D. Marimba mengatakan bahwa
pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar yang dilakukan guru
terhadap perkembangan jasmani dan rohani si pendidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama.
Tetapi pada akhirnya di Negara
Indonesia sendiri mempunyai tujuan pendidikan yakni yang tertera dalam UU NO 20
tahun 2003 tentang Sispenas. dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat.
Adapun Indonesia memberikan pedoman
filsafat pancasila sebagai cita-cita pendidikan bangsa yang mesti dilaksanakan
dan diusahakan dalam pendidikan Indonesia.
Ketuhanan yang maha Esa
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan
Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
KESIMPULAN
Ilmu pendidikan
itu adalah tentang bagaimana cara untuk mendidik. Sebagai ilmu yang bersifat
normatif, maka ilmu pendidikan adalah ilmu yang mengarah kepada perbuatan
mendidik dengan tujuan-tujuan yang ditentukan, dimana tujuan-tujuan ini
ditentukan oleh norma-norma yang dijunjung tinggi oleh manusia, di mana di
dalam proses pendidikan itu sangat berkatitan erat dengan agama, filsafat,
etika, estetika, way of life masyarakat sosial dengan melalui proses penyusunan
teori-teori yang tersusun rapi untuk dilakukan secara praktis dalam proses
pendidikan manusia menuju kepada kepribadian, kesusilaan yang berupakan ukuran
yang bersifat normative untuk mencapai kualitas manusia yang mendapat gelar
manusia seutuhnya, sebagai persiapan bagi generasi-generasi seterusnya dalam
mengisi kemerdekaan dengan manusia-manusia yang pancasilais dan berbudi luhur
sesuai yang tertera dalam amanat Undang-undang Dasar 1945; memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut serta memelihara
perdamaian dunia dengan meletakan norma-norma di atas segala sikap yang lain,
yang mana dengan pendidikan dapat mengubah keadaan dari primitive menjadi
normatif.
Hasil pendidikan secara normatif
tidak akan tercapai tanapa teori-teori pendidikan yang dipraktekan secara
praktis.
Teori perkembangan anak yaitu
nativisme dengan teori empirisme dipadukan menjadi satu kesatuan yang disebut
teori konvergensi, sehingga menyajikan sifat ilmu pengetahuan normatif,
teoritis dan praktis secara matang dengan sinergitas yang kokoh.
Pendidikan Islam berarti sistem
pendidikan yang memberikan kemampuan sseseorang untuk memimpin kehidupannya
sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai dan mewarnai
corak kepribadiannya, dengan kata lain pendidikan Islam adalah suatu sistem
kependidikannya yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh
hamba Allah sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek
kehidupan manusia baik duniawi maupun ukhrawi.
Menurut H.M.Arifin tujuan pendidikan
islam adalah idealitas (cita-cita) yang mengandung nilai-nilai islam yang
hendak dicapai dalam proses kependidikan yang berdasarkanajaran Islam secara
bertahap.
Prof. H. M. Arifin, M. Ed
menjabarkan tujuan pendidikan yang bersasaran pada tiga dimensi hubungan
manusia selaku “Khalifah” dimuka bumi yaitu sebagai berikut:
- Menanamkan sikap hubungan yang harmonis, selaras, dan seimbang dengan Tuhannya.
- Membentuk sikap hubungan yang harmonis, selaras, dan seimbang dengan masyarakatnya.
- Mengembangkan kemampuannya untuk menggali, mengelola dan memanfaatkan kekayaan alam ciptaan Allah bagi kepentingan kesejahteraan hidupnya, dan hidup sesamanya serta bagi kepentingan ubudiahnya kepadanya, dengan dilandasi sikap hubungan yang harmonis.
Buku
Referensi:
Tim Dosen FIP-IKIP Malang. 2003. Pengantar
Dasar-dasar Kependidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Barnadib, Sutari Imam. 1986. Pengantar
Ilmu Pendidikan Sistematis. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) IKIP
Yogyakarta.
Hadikusumo, Kunaryo., Supratignyo,
Titi., Sayuti, Sadjat., Sutarto, Joko., Rifai, Ahmad RC., Salim, Agus.,
Budiyono., Buchori, Mochtar. 1996. Pengantar Pendidikan. Semarang: IKIP
Semarang Press.
Arifin, M. 2006. Ilmu Pendidikan
Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Mujib, Abdul. 2008. Ilmu
Pendidikan Islam. Jakarta: Fajar Interpratama Offset
Yunus. 1999. Filsafat Pendidikan.
Bandung: CV. Citra Sarana Grafika.
Purwanto, Ngalim. 2009. Ilmu
Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Yunus, Mahmud., Bakri, Muhamad
Qosim. 1992. Tarbiyah wa at-Ta’lim. Ponorogo: Darusalam Press.
Ramayulis. 2008. Ilmu Pendidikan
Islam. Jakarta: Penerbit Kalam Mulia.
Mujib, Abdul, dkk., Ilmu Pendidikan Islam.
Jakarta: Kharisma Putra Utama. 2010.
Daradjat, Zakiyah, dkk., Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Bumi Aksara. 2009.
Arifin. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Sinar Garfika Offset. 2003.
Website:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar