Selasa, 21 Januari 2014

ILMU PENDIDIKAN ISLAM



ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Oleh : Ardan Lelemappuji, S.HI

A.      Defenisi
Pendidikan adalah suatu proses yang dilakukan secara sadar atau disengaja guna untuk menambah pengetahuan, wawasan serta pengalaman untuk menentukan tujuan hidup sehingga bisa memiliki pandangan yang luas untuk ke arah masa depan lebih baik dan dengan pendidikan itu sendiri dapat menciptakan orang-orang berkualitas.

Pendidikan Islam berarti sistem pendidikan yang memberikan kemampuan sseseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya, dengan kata lain pendidikan Islam adalah suatu sistem kependidikannya yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia baik duniawi maupun ukhrawi.
Pendidikan merupakan suatu proses generasi muda untuk dapat menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien. Pendidikan lebih daripada pengajaran, karena pengajaran sebagai suatu proses transfer ilmu belaka, sedang pendidikan merupakan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya. Perbedaan pendidikan dan pengajaran terletak pada penekanan pendidikan terhadap pembentukan kesadaran dan kepribadian anak didik di samping transfer ilmu dan keahlian.
Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam konteks Islam inheren dengan konotasi istilah “tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga istilah ini mengandung makna yang mendalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Istilah-istilah itu pula sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam: informal, formal dan non formal.
Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.
Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepadaNya, dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat (lihat S. Al-Dzariat:56; S. ali Imran: 102).
Dalam konteks sosiologi pribadi yang bertakwa menjadi rahmatan lil ‘alamin, baik dalam skala kecil maupun besar. Tujuan hidup manusia dalam Islam inilah yang dapat disebut juga sebagai tujuan akhir pendidikan Islam.
Tujuan khusus yang lebih spesifik menjelaskan apa yang ingin dicapai melalui pendidikan Islam. Sifatnya lebih praxis, sehingga konsep pendidikan Islam jadinya tidak sekedar idealisasi ajaran-ajaran Islam dalam bidang pendidikan. Dengan kerangka tujuan ini dirumuskan harapan-harapan yang ingin dicapai di dalam tahap-tahap tertentu proses pendidikan, sekaligus dapat pula dinilai hasil-hasil yang telah dicapai. Dalam tujuan khusus tahap-tahap penguasaan anak didik terhadap bimbingan yang diberikan dalam berbagai aspeknya; pikiran, perasaan, kemauan, intuisi, ketrampilan atau dengan istilah lain kognitif, afektif dan psikomotor. Dari tahapan ini kemudian dapat dicapai tujuan-tujuan yanglebih terperinci lengkap dengan materi, metode dan system evaluasi. Inilah yang kemudian disebut kurikulum, yang selanjtnya diperinci lagi kedalam silabus dari berbagai materi bimbingan.
Dasar-dasar pendidikan Islam, secara prinsipil diletakkan pada dasar-dasar ajaran Islam dan seluruh perangkat kebudayaannya, yaitu:
1.        1.Al-Qur’an dan Sunnah, karena memberikan prinsip yang penting bagi pendidikan yaitu penghormatan kepada akal, kewajiban menuntut ilmu dsb.
2.        Nilai-nilai social kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam atas prinsip mendatangkan kemanfaatan dan menjauhkan kemudharatan bagi manusia.
3.        Warisan pemikiran Islam, yang merupakan refleksi terhadap ajaran-ajaran pokok Islam.
Karakteristik pendidikan Islam:
1.        penekanan pada pencarian ilmu pengetahuan, penguasaan dan pengembangan atas dasr ibadah kepada Allah swt.
2.        penekanan pada nilai-nilai akhlak.
3.        pengakuan akan potensi dan kemampuan seseorang untuk berkembang dalam suatu kepribadian.
4.        pengamalan ilmu pengetahuan atas dasr tanggung jawab kepada Tuhan dan masyarakat manusia.

B.       Pengertian Pendidikan Islam
Ilmu Pendidikan Islam  Ilmu Pengetahuan  Perbedaan dengan Ilmu pengetahuan yang lain  penggongan-penggolongan suatu masalah dan pembahasan masalah demi masalah di dalam pendidika  pendidikan Islam memerlukan beberapa metodologi pengembangan, antara lain: test, pendidik memberikan test kepada anak didiknya untuk mengetahui perkembangan anak didi
interview observasi, dalam pendidikan Islam dibutuhkan observasi untuk mengetahui keadaan real membimbing menusia lain kepada daerah kedewasaan berdasarkan manusia dalam usahanya membawa atau membimbing menusia lain kepada daerah kedewasaan berari Pendidikan Islam adalah manusia  Sistematika  formal  material  Obyek Metode Pengembangan
Dari berbagai literatur terdapat berbagi macam pengertian pendidikan
Islam. Menurut Athiyah Al-Abrasy, pendidikan Islam adalah mempersiapkan
manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap
jasmaninya, sempurna budi pekertinya, pola pikirnya teratur dengan rapi,
perasaannya halus, profesiaonal dalam bekerja dan manis tutur sapanya. Sedang
Ahmad D. Marimba memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah
bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum islam menuju kepada
terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
Sedangkan menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas, pendidikan adalah
suatu proses penamaan sesuatu ke dalam diri manusia mengacu kepada metode
dan sistem penamaan secara bertahap, dan kepada manusia penerima proses dan
kandungan pendidikan tersebut.
Dari definisi dan pengertian itu ada tiga unsur yang membentuk
pendidikan yaitu adanya proses, kandungan, dan penerima. Kemudian
disimpulkan lebih lanjut yaitu " sesuatu yang secara bertahap ditanamkan ke
dalam diri manusia".
Jadi definisi pendidikan Islam adalah, pengenalan dan pengakuan yang
secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia, tentang tempat-
tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga
membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di
dalam tatanan wujud dan kepribadian. Jadi pendidikan ini hanyalah untuk
manusia saja.
Kembali kepada definisi pendidikan Islam yang menurut Al-Attas
diperuntutukan untuk manusia saja. menurutnya pendidikan Islam dimasukkan
dalamAt- ta'dib, karena istilah ini paling tepat digunakan untuk menggambarkan
pengertian pendidikan itu, sementara istilahtarbiyah terlalu luas Karen
Pendidikan dalam istilah ini mancakup juga pendidikan kepada hewan. Menurut
Al-AttasAdabun berarti pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hierarkis sesuai dengan beberapa tingkat dan tingkatan derajat mereka dan tentang tempat seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan kepastian dan potensi jasmaniah, intelektual, maupun rohaniah seseorang.
Dari pengertian Al-Attas tersebut dibutuhkan pemahaman yang mendalam, arti dari pengertian itu adalah, "pengenalan" adalah menemukan tempat yang tepat
sehubungan denagn apa yang dikenali, sedangkan "pengakuan" merupakan tindakan yang bertalian dengan pengenalan tadi. Pengenalan tanpa pengakuan
adalah kecongkakan, dan pengakuan tanpa pengenalan adalah kejahilan belaka.
Dengan kata lain ilmu dengan amal haruslah seiring. Ilmu tanpa amal maupun
amal tanpa ilmu adalah kesia-siaan. Kemudian tempat yang tepat adalah
kedudukan dan kondisinya dalam kehidupan sehubungan dengan dirinya,
keluarga, kelompok, komunitas dan masyarakatnya, maksudnya dalam
mengaktualisasikan dirinya harus berdasarkan kriteria Al-Quran tentang ilmu,
akal, dan kebaikan (ihsan) yang selanjutnya mesti bertindak sesuai dengan ilmu
pengetahuan secara positif, dipujikan serta terpuji.

 
C.      Hakekat pendidikan Islam
Dalam pandangan Al-Attas pendidikan Islam harus terlebih dahulu
diberikan kepada manusia sebagi peserta didik, pendidikan tersebut berupa
pengetahuan tentang manusia disusul dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya.
Dengan demikian dia akan tahu jati dirinya dengan benar, tahu "dari mana dia,
sedang dimana dia, dan mau kemana dia kelak". Jika ia tahu jati dirinya, maka ia
akan selalu ingat dan sadar serta mampu dalam memposisikan dirinya, baik
terhadap sesama makhluk, dan yang terlebih lagi kepada Allah SWT.
Ketiga realita yaitu, manusia, alam, dan Tuhan diakui keberadaannya,
dengan Tuhan sebagai sumber dari segalanya (alam dan manusia). Tuhan dapat
dipahami sebagaimana dinformasikan dalam Al-Quran sebagi Rabb al-Alamin,
dan Rabb al-Nass. Amrullah Ahmad menilai bahwa dalam definisi pendidikan Al-
Attas mengandung proses pengajaran seseorang dalam tatanan kosmis dan sosial
yang akan mengantarkannya untuk menemukan fungsinya sebagi kholifah.
Menurut Dr. Sutari Barnadib ilmu pengetahuan adalah suatu uraian yang
lengkap dan tersusun tentang suatu obyek. Berbeda dengan Drs. Amir Daien yang
mengartikan bahwa ilmu pengetahuan adalah uraian yang sistematis dan metodis
tentang suatu hal atau masalah
D.      Hakekat Pendidikan Islam sebagai Disiplin Ilmu
Suatu ilmu pengetahuan haruslah memenuhi tiga syarat pokok yaitu: 
1.      suatu ilmu pengetahuan harus mempunyai obyek tertentu (khususnya obyek  formal).
2.      suatu ilmu pengetahuan harus menggunakan metode-metode tertentu yang sesuai.
3.      suatu ilmu pengetahuan harus mengggunakan sistematika tertentu.
Pendidikan Islam masuk dalam disiplin ilmu dikarenakan telah memenuhi persyaratan ilmu pengetahuan yaitu:
1.      Pendidikan Islam mempunyai obyek material yaitu manusia sebagai peserta didik, dan mempunyai obyak formal yaitu kegiatan manusia dalam usahanya membimbing manusia lain kepada arah kedewasaan berdasarkan nilai-nilai Islam.
2.      Pendidikan Islam mempunyai metode, metode pengembangan yang kiranya
digunakan ilmu pengetahuan Islam adalah metode test, metode interview,
metode observasi, dan lain sebagainya.
3.      Pendidikan Islam mempunyai sistematika, walaupun sistematika tersebut
kadang tidak tersurat. Sistematika pendidikan Islam dapat diketahui dengan
adanya penggolongan-penggolongan suatu masalah dan pembahasan masalah
demi masalah di dalam pendidikan Islam.


E.   Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas kedepan untuk mencapai suatu cita- cita yang di harapkan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Karena pendidikan itu sendiri memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Karena tanpa pendidikan itu sendiri kita akan terjajah oleh adanya kemajuan saat ini, karena semakin lama semakin ketat pula persaingan dan semakin lama juga mutu pendidikan akan semakin maju.
Tujuan pendidikan Islam Menurut H.M. Arifin adalah idealitas (cita-cita) yang mengandung nilai-nilai islam yang hendak dicapai dalam proses kependidikan yang berdasarkanajaran Islam secara bertahap.
Prof. H. M. Arifin, M. Ed menjabarkan tujuan pendidikan yang bersasaran pada tiga dimensi hubungan manusia selaku “Khalifah” dimuka bumi yaitu sebagai berikut:
1.        Menanamkan sikap hubungan yang harmonis, selaras, dan seimbang dengan Tuhannya.
2.        Membentuk sikap hubungan yang harmonis, selaras, dan seimbang dengan masyarakatnya.
3.        Mengembangkan kemampuannya untuk menggali, mengelola dan memanfaatkan kekayaan alam ciptaan Allah bagi kepentingan kesejahteraan hidupnya, dan hidup sesamanya serta bagi kepentingan ubudiahnya kepadanya, dengan dilandasi sikap hubungan yang harmonis.

Tujuan pendidikan menurut Dra. Hj. Nur Uhbiyati dan Dr. Zakiyah Daradjat ada empat macam, yaitu:
1.        Tujuan Umum
Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara yang lainnya. Tujuan ini meliputi seluruh aspek kemanusiaan, seperti: sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan. Tujuan umum ini berbeda pada tingkat umur, kecerdasan, situasi dan kondisi, dengan kerangka yang sama. Bentuk Insan Kamil dengan polatakwa kepada Allah swt harus dapat tergambar dalam pribadi seseorang yang sudah terdidik, walaupun dalam ukuran kecil dan mutu yang rendah.

2.        Tujuan Akhir
Pendidikan Islam ini berlangsung selama hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir. Tujuan umum yang berbentuk Insan Kamil dengan pola takwa dapat mengalami perubahan naik turun, bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidup seseorang. Perasaan, lingkungan, dan pengalaman dapat mempengaruhinya. Karena itulah pendidikan Islam itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai.
a.         Tujuan Sementara
Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Pada tujuan sementara bentuk Insan Kamil dengan pola takwa sudah kelihatan meskipun dalam ukuran sederhana, sekurang-kurangnya beberapa ciri pokok sudah kelihatan pada pribadi anak didik.
b.         Tujuan Operasional
Tujuan operasional ialah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Satu unit kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu. Dalam tujuan operasional ini lebih banyak dituntut dari anak didik suatu kemampuan dan keterampilan tertentu. Sifat operasionalnya lebih ditonjolkan dari sifat penghayatan dan kepribadian.

F.       Ilmu Pendidikan Sebagai Ilmu Pengetahuan
Ilmu Pengetahuan ialah suatu uraian yang lengkap dan juga tersusun tentang suatu objek yang mempunyai cirri-ciri sebagai berikut;
1.        Mempunyai objek (lapangan) yang jelas dan dapat dipisahkan dari objek ilmu pengetahuan lain.
2.        Dalam uraian (lengkap) itu dijelaskan bagian demi bagian secara bersama-sama yang saling berkaitan secara keseluruhannya (sistematis).
Ilmu Pengetahuan menurut kadar sistemnya dapat kita bedakan menjadi dua; pertama; ilmu-ilmu murni dan kedua; ilmu-ilmu pengalaman (empiris).
1.        Ilmu pengetahuan murni adalah ilmu yang terbebas dari factor pengalaman atau empiris, ia murni berdiri sendiri. Contohnya seperti ilmu pasti (matematika, hitung-hitungan), logika dan filsafat.
2.        Ilmu pengetahuan empiris atau pengalaman adalah ilmu yang terikat dengan objek-objek tertentu saja yang didapat dari pengalaman. Objek-objeknya bisa terdiri dari gejala-gejala kehidupan, seperti alam (ilmu alam), sejarah, gejala-gejala hidup atau situasi pendidikan. 
Bagian ilmu pengetahuan empiris (pengalaman) dibagi kembali menjadi dua bagian, pertama; ilmu-ilmu pengetahuan alam kedua; ilmu-ilmu pengetahuan rohani.
1.        Ilmu pengetahuan alam, objek-objeknya terdapat di alam. Sifat metodenya eksperimental, empiris, analitis dan sintetis.
2.        Ilmu pengetahuan rohani, objek-objeknya terdapat dalam berbagai kegiatan rohani, seperti berbicara, kebahasaan, kesusastraan, kegiatan belajar mengajar (didaktik metodik) dan praktek-praktek yang mendidik lainnya. Sifat metodenya menyelam supaya tahu, memperhatikan sebab dan tujuan, menggunakan angket, tes dan interview.
Ilmu pendidikan merupakan ilmu pengetahuan rohani karena situasi pendidikan berdasarkan atas tujuan manusia tidak membiarkan anak manusia kepada keadaan alamnya, tetapi anak manusia dipandang sebagai mahluk susila dan mesti dibawa kea rah mahluk (manusia) susila yang berbudaya.
Dari ilmu pengetahaun rohani itu dibagi kembali menjadi ilmu deskriptif dan normatif.
1.        Ilmu pengetahuan deskriptif, hanya menggambarkan objek-objek dari ilmu pengetahaan rohani itu
2.        Ilmu pengetahaun normatif, tergantung kepada pertimbangan nilainya.
Untuk menentukan berbagai objek dari ilmu-ilmu pendidikan itu tergantung kepada apa yang ditegaskan mengenai arti dari “mendidik”. Dalam hal ini pengukurannya menggunakan saatu norma.
Selain itu ada juga pembagian ilmu pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan yang bersifat teoritis dan praktis. Ilmu pendidikan teoritis dibagi menjadi ilmu mendidik sistematis, historis dan praktis.
Ilmu pendidikan termasuk ilmu pengetahuan empiris, rohani dan rormatif yang diangkat dari pengalaman (emiris) pendidikan, kemudian disusun secara teoritis untuk kemudian digunakan secara praktis. Sebagai ilmu yang berdiri sendiri, maka ilmu pendidikan termasuk kepada ilmu yang baru saja berkembang; padahal secara praktis, proses pendidikan telah dimulai sejak manusia ada.  
G.      Ilmu Pendidikan Sebagai Ilmu yang Normatif
Secara singkat ilmu pendidikan sebagai ilmu yang normative, alasannya karena ilmu pendidikan berdasar atas pemilihan antara yang baik dan sebaliknya untuk anak manusia secara husus dan manusia secara universal.
Kenapa normatif, karena ilmu pendidikan senantiasa berurusan dengan pertanyaan yang singkat, siapa manusia itu?.
Secara umum pembahasan mengenai manusia itu ada pada bidang filsafat, yaitu filsafat antropologi. Pandangannya tentang manusia ini sangat besar penaruhnya terhadap konsep-konsep pendidikan dan praktek-praktek pendidikan. Pandangan filsafat dapat menentukan dilai-dilai luhur yang dipegang teguh oleh pendidik mau pun bangsa yang mau atau sedang melaksanakan pendidikan. Nilai-nilai yang dipegang teguh itu dijadikan suatu norma-norma untuk menentukan cirri manusia yang diharapkan melalui praktek pendidikan. Sebenarnya nilai itu tidak hanya didapat dari praktek mendidik (pengalaman) saja, tapi juga bersumber dari norma-norma masyarakat, norma filsafat, pandangan hidup (way og life) dan juga dari norma agama. 
Penjelasan mengenai system nilai yang menjadi norma bagi pendidikan, dapat kita cermati kisah sejarah berikut;
1.        Kisah Yunani
Tujuan pendidikan Yunani yakni pembentukan rakyat yang kuat jasmaninya. Mereka berpandangan bahwa manusia adalah mahluk bermain (homo ludens). Mereka berpandangan bahwa pendidikan jasmani adalah pendidikan utama karena mensana incorpore sano العقل السليم فى الجسم السلبم. Orang Yunani berpandangan demikian, dapat diketahui latar belakangnya; mereka berada di Negara yang sering mengalami ketegangan dengan Negara lain, sehingga perlu solusinya, untuk itu mereka harus kuat jasmaninya.
Dari kisah sejarah tadi dapat dipahami bahwa system nilai yang menjunjung tinggi aspek jasmani telah memberikan corak normative tersendiri terhadap system pendidikan Yunani.



2.        Kisah Rasionalisme; pengaruhnya terhadap Eropa Barat
Pandangan manusia menurut mereka adalah mahluk berfikir (homo sapiens). Akal dijadikannya pangkal tolak. Rakyatnya sangat menjunjung akal, baik akal teoritis maupun praktis. Dengan akal, manusia menghasilkan pengetahuan. Dengan pengetahuan maka manusia dapat berbuat baik dalam arti sempurna.
Untuk contoh konkrit, Rene Descartes dengan metode kesangsiannya Cogito Ergo Sum (saya berfikir karena saya ada); sebab saya sadar saya ada, maka berarti ada yang meng-ada-kan saya, dan yang mengadakan itu adalah sempurna, maka apa-apa yang diciptakannya adalah sempurna.
Dari faham ini dapat dikatakan bahwa akal (pengetahuan) maha kuasa. Ini merupakan aksioma: implikasi pendirian ini bahwa pendidikan ini sangat menjunjung tinggi pengaruh pengetahuan dan peranan akal rasio.
John Locke (bapaknya) empirisme yang sangat mementingkan pengaruh pendidikan atas dasar teori tabularasa (anak lahir secara fitrah). Dari contoh-contoh ini dapat dilihat bahwa ada nilai-nilai tertentu yang menjadi norma, seperti tadi pengetahuan yang merupakan norma bagi pelaksanaan pendidikan.
3.        Kisah John Dewey
John Dewey dengan pragmatism (etika utilitarisme, ilmu jiwa behaviorisme). Diketahui normanya terletak pada; kebenaran itu terletak pada kenyataan yang praktis. Apa yang berguna bagi diri itu adalah benar, segala yang sesuai dengan praktek itulah yang benar.
Pandangan John Dewey ini sangat berpengaruh dalam psikologi dan dapat menghasilkan berbagai metode mendidik dengan cara mendrill dan latihan yang akhirnya menghasilkan manusia sebagai mesin yang berdasar response terhadap stimulus.
Dari kisah-kisah di atas Nampak jelas bahwa nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam pandangan manusia seseorang atau suatu bangsa itulah yang dijadikan norma atau criteria untuk mendidik. Norma-norma ini biasanya tergambar dalam tujuan pendidikan.
Dengan demikian ilmu pendidikan diarahkan kepada perbuatan yang mendidik dengan tujuan. Tujuan itu ditentukan oleh nilai yang dijunjung tinggi oleh seseorang atau bangsa, adapun nilai itu sendiri merupakan ukuran yang bersifat normatif. Maka dari itu ilmu pendidikan dikatakan sebagai ilmu yang bersifat normatif.
Adapun al-qur’an memuat nilai-nilai normatif yang menjadi acuan dalam pendidikan Islam adalah sebagai berikut;
1.        I’tiqodiyah yang berkaitan dengan iman kepada rukun iman yang 6, bertujuan sebagai piñata kepercayaan individu
2.        Khuluqiyah yang berkaitan dengan pendidikan etika, tujuannya membersihkan diri dari prilaku rendah dan menghiasi diri dengan prilaku mahmudah
3.        Amaliyah yang berkaitan dengan pendidikan tingkah laku sehari-hari; baik yang berhubungan dengan muamalah atau pun ibadah.
a.         Pendidikan ibadah yang memuat hubungan antara manusia dengan tuhannya, seperti sholat, puasa, zakat, haji dan nadir; yang bertujuan untuk aktualisasi nilai-nilai ubudiyah
b.         Pendidikan muamalah yang memuat hubungan antar manusia, baik secara individual maupun institusional.
a)    Pendidikan syahsyiyah seperti prilaku individu (masalah pernikahan), hubungan suami-istri, keluarga serta kerabat dekat; bertujuan untuk membentuk keluarga sakinah dan mawadah warohmah.
b)   Pendidikan madaniyah yang berhubungan dengan perdagangan seperti upah, gadai, kongsi dan sebagainya; bertujuan untuk mengelola harta benda atau hak individu.
c)    Pendidikan jana’iyah yang berhubungan dengan pidana atau pelanggaran yang dilakukan; bertujuan untuk memelihara kelangsungan kehidupan manusia, baik berkaitan dengan harta, kehormatan, maupun hak individu lainnya.
d)   Pendidikan murofa’at yang berhubungan dengan acara seperti peradilan, saksi maupun sumpah; betujuan untuk menegakkan keadilan di antara anggota masyarakat.
e)    Pendidikan dusturiyah yang berhubungan dengan undang-undang Negara yang mengatur hubungan antara rakyat dengan pemerintah atau Negara; bertujuan untuk stabilitas bangsa Negara.
f)    Pendidikan duwaliyah yang berhubungan dengan tata Negara, seperti tata Negara Islam/ non-islam, wilayah perdamaian dan wilayah perang, hubungan muslim satu Negara dengan yang lainnya; bertujuan untuk perdamaian dunia.
g)   Pendidikan iqtishodiyah yang berhubungan denan perekonomian individu dan Negara, hubungan miskin dan yang kaya; bertujuan untuk keseimbangan atau pemerataan pendapatan.
H.      Ilmu Pendidikan Sebagai Ilmu yang Teoritis dan Praktis
Ilmu pendidikan tidak hanya mencari pengetahuan deskiriptif tentang objek pendidikan, tetapi juga mencari pengetahuan bagaimana caranya agar berguna bagi objek didiknya.
Dilihat dari maksud dan tujuannya, ilmu pendidikan disebut sebagai ilmu yang praktis karena ditujukan kepada praktek-praktek dan perbuatan yang mempengaruhi anak didiknya. Namun walaupun ilmu pendidikan ditujukan pada peaktek mendidik, tetapi perlu dibedakan antara ilmu pendidikan sebagai ilmu bersifat teoritis dan ilmu pendidikan sebagai ilmu bersifat praktis.
Dalam ilmu pendidikan teoritis dibagi lagi menjadi ilmu pendidikan sistematis dan ilmu pendidikan historis.
1.      Ilmu Pendidikan Teoritis
Ilmu pendidikan teoritis para ahli dalam pemikirannya mengatur dan mensistemkan berbagai masalah yang tersusun sebagai pola pemikiran pendidikan. Caranya dari berbagai praktek pendidikan disusunlah suatu pemikiran-pemikiran secara teoritis. Pemikiran teoritis ini kemudian disusun menjadi satu system pendidikan. inilah yang dimaksud dengan ilmu pendidikan teoritis (sistematis). Teoritis sama saja dengan sistematis. 
Ilmu pendidikan sistematis memberikan suatu pemikitan-pemikiran secara tersusun dan lengkap tentang masalah-masalah pendidikan. ilmu pendidikan sistematis ini membahas semua permasalahan pokok dalam pendidikan secara universal, abstrak dan objektif (pendapat Langeveld). 
Pendidikan sistematis ini sangat berkatian dengan sejarah pendidikan. sejarah pendidikan berisikan tentang berbagai uraian yang terakhir menganai system-sistem pendidikan sepanjang jaman dengan melihat latar belakang kebudayaan yang sangat berpengaruh pada waktu itu. Seberapa besar keterkaitan atau sumbangan sejarahpendidikan terhadap teori pendidikan maupun praktek pendidikan? untuk mengetahuinya kita ikuti kisah berikut;
Di jaman Yunani kuno ada aliran Stoa, salah seorang pengikutnya bernama Epiktetos. Dia adalah seorang yang berlatar belakang budak, ia berusaha untuk tetap membela teori sikap kolektivisme. Apabila teori Epiktetos ini benar, berarti ia tidak mengakui perbedaan manusia. Tetapi dia dengan tegas tidak menyatakan perbedaan dalam derajat. Menurutnya walaupun ada persamaan secara lahir, tetapi dalam derajat rohaniyah kita perlu mengakui bahwa ada perbedaan. Dengan kata lain bahwa walaupun Epiktetos mengatakan semua anak manusia itu sama derajat dan martabatnya, tapi perlu diakui bahwa tiap anak manusia terdapat perbedaan yang khas. Menurut dia, kata ‘persamaan’ tidak bole diartikan sebagai kesamaan lair, tapi perlu diperhatikan lagi dimana letak konkrit kesamaannya. Sebaliknya harus berhati-hati dalam kesamaan itu, keduanya harus silang dalam kenyataan atau dikatakan harus ada keseimbangan dalam menerangkan kedua prinsip itu.
Dari kisah sejarah pendidikan ini terlihat secara jelas bahwa pandangan-pandangan teoritis yang tersusun dapat dipakai sebagai peringatan untuk menyusun teori pendidikan selanjutnya (yang baru).
Kesimpulannya bahwa terlihat ilmu pendidikan sistematis mendahului ilmu pendidikan historis, tetapi ilmu pendidikan historis ini memberikan bantuan dan menjadikan bahan untuk memperkaya ilmu pendidikan sistematis. Teori-teori yang ditemukan (baik dari ilmu sistematis maupun historis) keduannya membantu para pendidik agar selalu waspada dan hati-hati dalam praktek-praktek pendidikan.
Ilmu pendidikan historis memberikan uraian-uraian teoritis tentang system-sistem pendidikan sepanjang jaman dengan melihat latar belakang kebudayaan dan filsafat yang berpengaruh pada jaman itu.
Ilmu pendidikan historis mempunyai hubungan timbale balik dengan ilmu pendidikan sistematis. Sebaliknya ilmu pendidikan sistematis akan dibangkitkan untuk masalah pendidikan yang baru apabila ilmu ini terbuka untuk menerima bahan-bahan dari ilmu pendidikan historis, tetapi bila dibandingkan antara keduanya maka yang sistematislah yang primair karnea penuturan yang sistematis harus lebih dahulu untuk memungkinkan penyusunan ilmu historis 
Para pendidik yang genial sebenarnya memakai teorinya tersendiri, walau teroi itu belum disadari atau belum disistematiskan. Seorang pakar ilmu pendidikan J.M. Gunning pernah berkata bahwa teori tanpa praktek adalah baik untuk para cendikia, dan praktek tanpa teori hanya ada pada orang-orang yang gila da para penjahat. Maka dari itu para pendidik perlu suatu teori dan praktek yang berjalan bersama-sama (saling).
Ilmu pendidikan adalah suatu ilmu pendidikan yang memerlukan pemikiran teoritis, kenapa ?
1.      Tiap-tiap pendidik akan mendengarkan kritik-kritik, catatan-catatan, sumbangan pemikiran dari para ahli. Pendidik akan mulai memikirkan secara kritis tindakan-tindakan dalam perbuatan mendidiknya (ia bis belajar dari catatan dan kritik saran orang lain). J.M Gunning pernah berkata bahwa mempelajari ilmu pendidikan berarti mengubah diri sendiri menjadi orang lain, karena ada pemikiran teoritis tentang tindakan mendidik itu sendiri, sehingga dianggap bahwa teori itu diperlukan.
2.      Salah satu masalah yang dianggap perlu pemikiran teoritis adalah apakah anak peserta didik itu perlu untuk berkembang, perlu berapa jauh lingkungan pendidikan, potensi kreatifitas peserta didik berkembang. Pemikiran yang mendasar ini selalu dibicarakan dari abad-ke adab. Hal-hal ini memerlukan pemikiran teoritis. Bertolak pula dari kenyataan praktek pendidikan pada jaman tersebut.
3.      Ketika kita membaca rumusan tujuan pendidkan dari jaman ke jaman, akan kita dapatkan gambaran bagaimana caranya orang memperagakan suatu gambaran ideal tentang manusia dan masyarakat yang diharapkan. Setiap saat tujuan pendidikan itu berpindah dan berbeda-beda; suatu saat orang menghendaki tujuan pendidikannya membentuk rakyat yang kuat seperti terjadi di Yunani, suatu saat tujuan pendidikannya membentuk manusia yang baik yang mengabdi pada Negara, suatu saat tujuan pendidikannya adalah membentuk manusia yang baik yang dipersiapkan (kehidupan di dunia-akhirat), suatu saat orang menekankan kebebasan manusia sebagai individu dan lain pihak menghendaki kepentingan bersama, pada suatu saat orang menginginkan keseimbangan antara individu dan kepentingan bersama.
4.      Pendidikan perlu jangka waktu yang panjang, sebab pendidikan bercorak perbuatan pendidkan. Dalam perbuatan, biasanya orang bisa melihat dan men-cek hasilnya segera. Hasil pendidikan itu baru dapat dilihat pada generasi berikutnya. Untuk meneliti hasil pendidikan itu orang harus melihat bagaimana cara bertindak, mendidik dan bagaimana cara hidup anak di masa dewasa nanti.
Dari penjelasan ini dapat dikatakan bahwa ilmu pendidikan memerlukan pemikiran teoritis, yakni perlu pemikiran yang tersusun secara teratur dan sistematis.
1.        Ilmu Pendidikan Praktis
Ilmu pendidikan praktis memberikan pemikiran tentang masalah dan ketentuan-ketentuan pendidikan yang langsung ditujukan kepada perbuatan mendidik. Ilmu pendidikan praktis ini menempatkan diri di dalam situasi pendidikan dan mengarahkan diri pada perwujudan/ realisasi dari ide-ide yang dibentuk dan dari kesimpulan-kesimpulan yang diambil.
Menurut Langeveld dalam bukunya dikatakan bahwa praktek yang tidak dibimbing oleh hipotesa atau teori-teori tertentu, maka akan berakhir sebagai pemborosan dana, tenaga dan waktu karena hanya didasarkan pada percobaan yang tidak terarah dan tidak menentu. Sebenarnya praktek dapat mengubah teori atau dengan kata lain apabila pakta tida sesuai dengan teori, maka teori itu mesti diubah. Jadi pakta ini dapat memperkaya teori.
Kesimpulannya antara teori dan praktek harus saling mengisi. Teori tanpa praktek seperti kompas yang di pendam. Sebaliknya bila praktek tanpa teori seperti kapal berlayar tanpa radar.
Dari ilmu pendidikan praktis dapat dihasilkan ilmu-ilmu seperti pendidikan social, keluarga, luar biasa, agama, dan lainnya. 
I.         Teori dan Praktek dalam Pendidikan Islam
Pengkajian bahan-bahan yang didapat dari proses empiris, baik itu penelitian kualitatif atau kuantitatif, sangat memerlukan pendalaman dan pengulasan teori yang dikembangkan. Intinya antara teori (ilmu pendidikan islam) dan fakta yang berkembang dalam lapangan empiris mesti saling berkaitan. Adapun keterkaitannya meliputi;
1.        Teori menetapkan adanya hubungan dari fakta yang ada
2.        Teori mengembangkan system klarifikasi dan struktur dari konsep-konsep.
Perlu dilihat bahwa fakta alam yang ada disekitar kita tidak menyediakan system yang siap pakai untuk pengklasifikasian objek keilmuan yang berupa fakta dan kejadian-kejadian, metode dan sebagainya; manusia itulah yang bertindak sebagai pengatur dan merumuskannya sehingga menjadi bermakna dan berguna bagi dirinya.
1.        Teori harus mengikhtisarkan fakta-fakta, oleh sebab itu sbuah teori mesti mampu menerangkan sejumlah besar fakta.
2.        Teori harus dapat meramalkan fakta. Karena salah satu tugas dari sebuah teori adalah dapat meramalkan kejadian-kejadian sebelum terjadi.
Antara teori dan praktek di satu pihak harus saling berhubungan, di lain pihak harus dikembangkan melalui kegiatan penelitian sebagai sarana memperkaya dan mengoreksi konsep-konsep operasional pendidikan tersebut.
Karena melihat bahwa ilmu pendidikan Islam bersifat teoritis dan praktis, maka agar keduanya bercorak ilmiyah- harus ada usaha sistematisasi yang tersusun baik sehingga mampu memberikan deskripsi tentang fakta/ data dari pengalaman dalam pengertian yang sederhana mungkin.

J.        Poin-Poin Penjelasan Ilmu Pendidikan bersifat Normatif
1.         Sebagai ilmu pengetahuan normative, ilmu pendidikan merumuskan kaidah-kaidah, norma-norma atau ukuran tingkah laku, perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan manusia. Atau ilmu pendidikan bertugas merumuskan peraturan-peraturan tentang tingkah laku perbuatan makhluk yang bernama manusia dalam kehidupan dan penghidupannya.
2.         Sebagai ilmu pengetahuan praktis, tugas pendidikan atau pendidik/ guru adalah menanamkan system-sistem norma tingkah laku perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat.
3.         Sesuai dengan kenyataan di atas, ilmu pendidikan erat hubungannya dengan ilmu filsafat dan ilmu pengetahuan normative lainnya yang dalam sejarah perkembangan merupakan bagian dari yang tak terpisahkan dan baru pada abad modern ini memisahkan diri sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri yang dinamai Filsafat Pendidikan pada tahun 1908 M.
4.         Ilmu pengetahuan yang dapat dimasukan kepada ilmu pengetahun normative meliputi; agama, filsafat dengan cabang-cabangnya (metafisika, etika, estetika, logika), way of life sosial masyarakat, kaidah pundamental Negara maupun tradisi kepercayaan bangsa.
5.         Bahwa agama, filsafat dengan cabangnya serta istilah yang ekuifalen lainnya menentukan dasar-dasar dan tujuan hidup yang akan menentukan dasar dan tujuan pendidikan manusia, dan selanjutnya akan menentukan tingkah laku perbuatan manusia dalam kehidupan dan penghidupannya.
6.         Bahwa dalam perumusan tujuan-tujuan altimit dan proksimit, pendidikan akan ditetapkan hakikat dan sifat hakikat manusia dari segi-segi pendidikan yang akan dibina dan dikembangkan melalui prose pendidikan sebagaimana yang tercantum/ dirumuskan dalam system pendidikan (science of education).
7.         Bahwa system pendidikan atau science of education bertugas merumuskan alat-alat, prasarana, pelaksanaan, tekhnik-tekhnik dan atau pola-pola proses pendidikan dan pengajaran yang di mana akan dicapai dan dibina tujuan-tujuan pendidikan, dan ini meliputi problematika kepemimpinan dan metode pendidikan, politik pendidikan, sampai kepada seni mendidik (the art of education).
8.         Isi moral pendidikan atau tujuan intermidit adalah berisi perumusan norma-norma atau nilai-nilai spiritual etis yang akan dijadikan system nilai pendidikan dan atau merupakan konsepsi dasar nilai moral pendidikan yang berlaku disegala jenis dan tingkat pendidikan.
9.         Bahwa wajar setiap manusia mempunyai filsafat hidup atau kaidah-kaidah berpikir dan pikiran tentang kehidupan dan penghidupannya, maka suatu keharusan agar setiap pendidik dan gurumemiliki dan membina filsafat pendidikan yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan tugas pendidikan dan pengajarannya, baik di dalam maupun di luar lembaga pendidikan formal sekolah yaitu di dalam masyarakat.
10.     Filsafat pendidikan sebagai suatu lapangan studi bertugas merumuskan secara normative dasar-dasar dan tujuan pendidikan, hakikat dan sifat hakaikat manusia, hakikat dan segi-segi pendidikan, isi moral pendidikan, system pendidikan yang meiputi politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan dan metodologi pengajarannya, pola-pola kaulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan masyarakat.
K.      Faktor-faktor Pendidikan
Unsure pokok yang tersusun dalam pemikiran teoritis (gambaran manusia yang diharapkan) antara lain; 1 yang menyangkut tujuan pendidikan. Gambaran manusia yang bagaimana yang menjadi norma, dalil asasi antropologi yang memungkinkan terjadinya proses mendidik, 2 siswa, 3 guru, 4 alat-alat pendidikan dan 5 alam milieu.
  1. Tujuan pendidikan
Kalau di Indonesia, manusia yang diharapkan dari pendidikan adalah menjadi manusia pancasilais. Manusia pancasilais ini dijabarkan kembali dalam rumusan tentang gambaran manusia seperti rumusan tujuan pendidikan nasional yang tertulis pada ketetapan MPR nomor IV/MPR/1987 tentang pendidikan.
Untuk mewujudkan itu, maka melalui pendidikan formal di sekolah didirikan jenjang-jenjangnya, mulai dari Taman Kanak-kanak/ Raudhatul Athfal, Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Menengah Umum/ Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah, Perguruan Tinggi/ Jami’ah Ulya. Tiap jenjang ini mempunyai sub tujuan sendiri dalam rangka mencapai tujuan nasional. Rumusan tujuan pendidikan biasanya terdapat dalam kurikulum tiap jenjang sekolah atau dikenal dengan tujuan institusional.
Setelah tujuan institusional, selanjutnya tujuan kurikuler yang selanjutnya dijabarkan menjadi tujuan instruksioal umum yang kemudian disusunlah pokok-pokok bahasan.
Tiap-tiap guru mempunyai kewajiban untuk menyusun tujuan instruksional khusu. Jadi secara berurutan dalam kurikulum biasanya kerangka berfikir tergambar dengan jelas dengan tujuan-tujuan berikut;
  1. Cita-cita nasional (alinea dua pembukaan Undang-undang Dasar 1945)
  2. Tujuan nasional (alinea empat pembukaan Undang-undang Dasar 1945)
  3. Tujuan pembangunan nasional (TAP MPR no. IV/MPR/1978 tentang bidang pendidikan)
  4. Tujuan institusional (tiap jenjang sekolah)
  5. Tujuan kurikuler
  6. Tujuan instruksional umum
  7. Tujuan instruksional khusus.
Secara teoritis, tujuan pendidikan dapat dibagi menjadi enam (menurut Langeveld); tujuan umum/ akhir, tujuan tidak lengkap, tujuan sementara, tujuan kebetulan, tujuan perantara (intermediaair). dijelaskan di bahasan selanjutnya.
1.        Siswa
Tujuan hakiki dalam pendidikan adalah objeknya, yaitu siswa. Siswa ini ingin menjadi manusia yang diharapkan. Gambaran manusia yang diharapkan ini ada dalam tujuan pendidikan yang mesti sesuai dengan gambaran anak, hakikatnya (sebagai mahluk susila), perkembangan jiwanya. Dalam hal ini pendidik mesti mempelajari psikologi perkembangan, psikologi pendidikan dan psikologi belajar. Dan yang perlu diketahui bahwa tiap anak itu tidak sama, jadi guru harus bisa memahami proses pengidentifikasian siswa.
Adapun penentu tanggung jawab pendidikan anak adalah; orang tuanya dan penggantinya bila orang tua tidak ada, guru (karena sebagai jabatan pendidik), masyarakat, tokoh agama dan penentu lainnya.
Crow &Crow usia perkembangan meliputi; usia kronologis, usia kejasmanian, usia anatomis, usia kejiwaan, usia pengalaman dan lainnya. Inilah yang perlu diperhatikan oleh guru dalam mendidik, harus bisa mengetahui perkembangan anak-anak didikanya.

Adapun factor perkembangan manusia (siswa) dapat kita amati tiga pakar berikut;
  1. Factor keturunan yang dibawa oleh Scopenhauer dengan nativismenya mengatakan bahwa anak sejak lahir sudah memiliki berbagai pembawaan yang akan berkembang sendiri menurut arahnya, perkembangan yang di bawa mereka bisa baik bisa juga buruk. Pembawa pendapat ini disebut juga kelompok pesimis.
  2. Factor lingkungan yang dibawa oleh John Lock dan Francis Bacon dengan empirismenya bahwa anak dilahirkan dalam keadaan kosong (bagai kertas putih). Anak akan mengalami perkembangan dengan melalui pengalaman (empiris) yakni melalui lingkungan. Kelompok ini disebut juga kelompok optimis.
  3. Tetapi karena kita ketahui sekarang bahwa antara factor keturunan dan factor lingkungan mempunyai hubungan yang berkatian. Pendapat ini dikenal dengan pendapat konvergensi (penyatuan poin a dan b) yang dibawa oleh William Stern. Ini sesuai dengan sabda nabi Muhammad saw berikut;
حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِى ذِئْبٍ عَنِ الزُّهْرِىِّ عَنْ أَبِى سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ ، كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ ، هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ
2.        Guru
Salzman tokoh guru jaman Aufklarung/ pencetakan sering menulis buku tentang pendidikan yang mengambil contoh-contoh hidup dari binatang. Bukunya berjudul Buku Semut, Buku Kepiting dan lainnya.
Di kisah bukunya (kepiting) ada seekor induk kepiting dan anaknya mengikuti; induknya berkata: ‘nak, ikut ibu’, anaknya jawab: iya bu, saya memang ikut jalannya ibu, ibu jalan seperti itu, maka saya juga demikian.
Dari anekdot ini dapat diambil kesimpulan bahwa pendidik punya pengaruh besar sebagai uswatun hasanah bagi siswanya. Ia harus tahu siapa dirinya (pendidik), ia mesti tahu konsep diri, ide tentang diri, identitas diri sebagai guru.
Sokrates mengatakan bahwa kenalilah dirimu sendiri. Bila telah kenal, ia akan sadar kelebihan dan kelemahannya seperti guru mengucapkan kata “eu” sebanyak 40 kali. Sadar akan diri sendiri menjadi permulaan dari kemungkinan untuk mampu mendidik orang lain.
3.        Alat pendidikan
Dalam menggapai tujuan pendidikan, perlu alat-alat pendidikan yang saling berpasangan; perintah-larangan, dorongan-hambatan, nasihat-anjuran, hadiah-hukuman, membuka kesempatan-menutup kesempatan.
Jadi alat pendidikan adalah perbuatan yang diadakan sengan sengaja untuk mecapai tujuan pendidikan.
Crow & Crow maksud dari alat pendidikan (media) meliputi rencana-rencana kelas, bangku, papan tulis, projector, ruangan dan alat-alat jasmani lainnya.
Penggunaan alat pendidikan mesti sesuai dengan tujuan, keadaan siswa, situasi pendidikan dan lingkungan pendidikan.
Target dari alat pendidikan sebagai pembantu pencapaian tujuan pendidikan meliputi; apa yang hendak ditujunya (dengan alat apa), alat-alat yang mana yang ada, guru mana yang akan memakai alat ini, kepada siswa mana menggunakan alat ini (jenisk kelaminnya, umurnya, bakatnya, perkembangannya, lingkungannya). Intinya tiap anak didik berbeda, tidak dengan alat yang sama dapat membantu tujuan pendidikan.
4.        Lingkungan
Faktor alam atau milie ini adalah segala sesuatu yang ada disekeliling siswa. Para ahli membagi ala mini menjadi; lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiganya saling keterkaitan tidak bisa memisah, ia harus sebagai mata rantai yang selalu berputar bekerjasama satu sama lain.
Ada juga sebagian pendidik yang membagi milieu ini menjadi; wujud manusia (keluarga, teman main/ sekolah, tetangga), wujud kesenian (macam pertunjukan, bioskop, wayang, overa), kesusastraan (buku bacaan, majalah, koran, tabloid), tempat (tempat tinggal, iklim). Kesemuanya ini mempunyai pengaruh pada perkembangan jiwa siswa dalam upaya menuju pada tujuan pendidikan.

L.       Pandangan Pendidikan menurut Para Pakar
Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Lebih lanjut beliau ( Kerja Ki Hajar Dewantara (1962) menjelaskan bahwa “Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti ( kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak, dalam pengertian Taman Siswa tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu, agar supaya kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya “.
Dalam UU NO 20 tahun 2003 dijelaskan bahwa pendidikan adalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat.
Pidarta Made (2007: 169) menyatakan pendidikan adalah suatu proses membuat orang kemasukan budaya, membuat orang berperilaku mengikuti budaya yang memasuki dirinya. Dimanapun orang berada disitulah terjadi proses pendidikan dan enkulturasi. Tempat terjadinya enkulturasi adalah sekolah, keluarga, dalam perkumpulan pemuda, perkumpulan olahraga, kesenian, keagamaan, di tempat kursus dan latihan.
Dari beberapa pengertian pendidikan yang diberikan oleh para ahli tersebut, berbeda secara redaksional, namun secara esensial terdapat kesatuan unsur-unsur atau faktor-faktor yang terdapat didalamnya.
Unsur-unsur esensial dalalam pengertian pendidikan adalah sebagai berikut:
1.        Pembinaan (kepribadian), pengembangan (kemampuan atau potensi diri), peningkatan (pengetahuan) serta tujuan (kearah mana peserta didik akn diharapakan akan mengaktualisasikan dirinya seoptimal mungkin.
2.        Ada hubungan antara kedua belah pihak (pendidik dan peserta didik)
3.        Aktifitas pendidikan berlangsung dilingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Musthofa al-Maraghi memberikan definisi pendidikan pada dua; pertama tarbiyah khalqiyah yakni penciptaan, pembinaan dan pengembangan jasmani peserta didik agar dapat dijadikan sebagai sarana bagi pengembangan jiwanya, keduanya tarbiyah diniyah tahzibiyah yakni pembinaan jiwa manusia dan kesempurnaannya melalui petunjuk wahyu ilahi.
Al-Abrasyi memberikan pengertian bahwa pendidikan adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, teratur fikirnya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya (lisan maupun tulisan)
Crow & Crow memberikat arti bahwa pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individu untun kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat dan kebudayaan serta kelembagaan social dari generasi ke generasi.
Tim Dosen IKIP Malang mengatakan bahwa pendidikan sebagai upaya meningkatkan kualitas manusia Indonesia agar masing-masing individu dapat berperan secara tepat sesuai dengan kodratnya dengan pembekalan-pembekalan berikut;
1.        Keimanan dan ketakwaan pada Allah swt
2.        Budi pekerti yang luhur
3.        Kepribadian yang kuat
4.        Mandiri
5.        Keinginan untuk maju
6.        Ketangguhan
7.        Kecerdasan
8.        Kreatifitas
9.        Keterapmilan
10.    Disiplin yang tinggi
11.    Etos kerja yang tinggi
12.    Profesionalisme yang mantap
13.    Tanggung jawab yang tinggi
14.    Produktifitas yang tinggi
15.    Sehat jasmani dan rohani. (disarikan dari GBHN 1993).
Menurut John Dewey dalam buku Filsafat Pendidikan menyatakan bahwa pendidikan adalah proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pun pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk menghasilkan kesinambungan social. Prose ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok di mana ia hidup.
Horne mengatakan pendidikan sebagai proses yang terus menerus dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
Frederick J. Mc. Donald mengatakan pendidikan sebagai suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior/ pembawaan) manusia.
M.J. langeveld mengatakan bahwa pendidikan adalah setiap pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak merupakan lapangan atau suatu keadaan di mana pekerjaan mendidik itu berlangsung.
A.D. Marimba mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar yang dilakukan guru terhadap perkembangan jasmani dan rohani si pendidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Tetapi pada akhirnya di Negara Indonesia sendiri mempunyai tujuan pendidikan yakni yang tertera dalam UU NO 20 tahun 2003 tentang Sispenas. dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat.
Adapun Indonesia memberikan pedoman filsafat pancasila sebagai cita-cita pendidikan bangsa yang mesti dilaksanakan dan diusahakan dalam pendidikan Indonesia.
Ketuhanan yang maha Esa
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

KESIMPULAN 
           Ilmu pendidikan itu adalah tentang bagaimana cara untuk mendidik. Sebagai ilmu yang bersifat normatif, maka ilmu pendidikan adalah ilmu yang mengarah kepada perbuatan mendidik dengan tujuan-tujuan yang ditentukan, dimana tujuan-tujuan ini ditentukan oleh norma-norma yang dijunjung tinggi oleh manusia, di mana di dalam proses pendidikan itu sangat berkatitan erat dengan agama, filsafat, etika, estetika, way of life masyarakat sosial dengan melalui proses penyusunan teori-teori yang tersusun rapi untuk dilakukan secara praktis dalam proses pendidikan manusia menuju kepada kepribadian, kesusilaan yang berupakan ukuran yang bersifat normative untuk mencapai kualitas manusia yang mendapat gelar manusia seutuhnya, sebagai persiapan bagi generasi-generasi seterusnya dalam mengisi kemerdekaan dengan manusia-manusia yang pancasilais dan berbudi luhur sesuai yang tertera dalam amanat Undang-undang Dasar 1945; memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut serta memelihara perdamaian dunia dengan meletakan norma-norma di atas segala sikap yang lain, yang mana dengan pendidikan dapat mengubah keadaan dari primitive menjadi normatif.
Hasil pendidikan secara normatif tidak akan tercapai tanapa teori-teori pendidikan yang dipraktekan secara praktis.
Teori perkembangan anak yaitu nativisme dengan teori empirisme dipadukan menjadi satu kesatuan yang disebut teori konvergensi, sehingga menyajikan sifat ilmu pengetahuan normatif, teoritis dan praktis secara matang dengan sinergitas yang kokoh.
Pendidikan Islam berarti sistem pendidikan yang memberikan kemampuan sseseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya, dengan kata lain pendidikan Islam adalah suatu sistem kependidikannya yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia baik duniawi maupun ukhrawi.
Menurut H.M.Arifin tujuan pendidikan islam adalah idealitas (cita-cita) yang mengandung nilai-nilai islam yang hendak dicapai dalam proses kependidikan yang berdasarkanajaran Islam secara bertahap.
Prof. H. M. Arifin, M. Ed menjabarkan tujuan pendidikan yang bersasaran pada tiga dimensi hubungan manusia selaku “Khalifah” dimuka bumi yaitu sebagai berikut:
  1. Menanamkan sikap hubungan yang harmonis, selaras, dan seimbang dengan Tuhannya.
  2. Membentuk sikap hubungan yang harmonis, selaras, dan seimbang dengan masyarakatnya.
  3. Mengembangkan kemampuannya untuk menggali, mengelola dan memanfaatkan kekayaan alam ciptaan Allah bagi kepentingan kesejahteraan hidupnya, dan hidup sesamanya serta bagi kepentingan ubudiahnya kepadanya, dengan dilandasi sikap hubungan yang harmonis.
Buku Referensi:
Tim Dosen FIP-IKIP Malang. 2003. Pengantar Dasar-dasar Kependidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Barnadib, Sutari Imam. 1986. Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) IKIP Yogyakarta.
Hadikusumo, Kunaryo., Supratignyo, Titi., Sayuti, Sadjat., Sutarto, Joko., Rifai, Ahmad RC., Salim, Agus., Budiyono., Buchori, Mochtar. 1996. Pengantar Pendidikan. Semarang: IKIP Semarang Press.
Arifin, M. 2006. Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Mujib, Abdul. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Fajar Interpratama Offset
Yunus. 1999. Filsafat Pendidikan. Bandung: CV. Citra Sarana Grafika.
Purwanto, Ngalim. 2009. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Yunus, Mahmud., Bakri, Muhamad Qosim. 1992. Tarbiyah wa at-Ta’lim. Ponorogo: Darusalam Press.
Ramayulis. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Penerbit Kalam Mulia.
Mujib, Abdul, dkk., Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kharisma Putra Utama. 2010.
Daradjat, Zakiyah, dkk., Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2009.
Arifin. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Sinar Garfika Offset. 2003.
Website:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar