Rabu, 28 Agustus 2013

KASUS PERKEBUNAN DENGAN WARGA MESUJI LAMPUNG



KASUS PERKEBUNAN SAWIT
PT. BARAT SELATAN MAKMUR INVESTINDO
DENGAN
WARGA MESUJI LAMPUNG KABUPATEN MESUJI LAMPUNG
                          Oleh: Ardan Lelemappuji



1.         PENDAHULUAN
Secara umum, kejadian ini sangat disanyangkan di zaman demokrasi saat ini Negara kita masih menggunakan aparat penegak hukum untuk menyelesaikan masalah dengan kekerasan bahkan tak sering juga dengan melakukan pembunuhan dan penganiayaan warga sipil padahal salah satu unsur Negara demokrasi harus menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia tapi praktek dilapangan masih banyak Negara tidak menjunjung tinggi hak-hak manusia, salah satu bentuk kejadian pelanggaran hak-hak manusia yang dilakukan oleh Negara adalah perstiwa kabupaten Mesuji register 45 yang terdapat di propinsi lampung yang mana di sana merupakan lahan perkebunan sawit yang mana lahan tersebut milik Negara yang di pinjamkan ke pihak pengusaha swasta untuk dikelola dengan izin HGU ( hak guna usaaha) akan tetapi lahan tersebut menjadi sengketa oleh warga pribumi dengan pihak perusahaan yang diberi izin HGU dengan melibatkan aparat dan memakan korban jiwa. Sejumlah warga Mesuji mengungkap tragedi pembantaian petani di daerah mereka yang dilakukan oleh aparat keamanan dan sejumlah perusahaan perkebunan. Di depan anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta mereka mengatakan sebanyak 30 warga dibantai yang dipicu sengketa lahan di Mesuji, Lampung.
Secara geografis, hubungan antara manusia dengan tanah sangat erat. Tanah, bagi masyarakat desa manapun termasuk desa-desa tersebut, memiliki fungsi yang sangat penting. Tanah merupakan tempat tinggal dan tempat penghidupan warga. Tanah sebagai tempat manusia untuk menjalani dan melanjutkan kehidupannya. Tanah sebagai tempat mereka berdiam, tanah yang memberi makan mereka, tanah dimana mereka dimakamkan dan menjadi tempat kediaman arwah leluhurnya. Terhadap tanah adat, masyarakat adat memiliki hak purba (hak ulayat). Hak masyarakat terhadap tanah adat atau selanjutnya bisa disebut hak ulayat diakui secara tegas diatur di dalam Undang-Undang No.5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Dalam pasal 3 ayat 1 disebutkan “Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.”

2.         DESKRIPSI KASUS
Kronologis Bentrok Warga dengan Pihak Kepolisian Sejak September 2011 masyarakat yang merasa tanahnya tidak pernah mendapat ganti rugi melakukan panen kolektif secara  bergilir diatas lahan plasma. Dan sebelum melakukan panen masyarakat telah berkoordinasi dengan Polres Tulang Bawang. Seperti biasanya setiap satu minggu sekali masyarakat melakukan panen dan tepatnya dilakukan jam 10.00 WIB pada tanggal  10 November tahun 2011. Petani yang memiliki kendaraan diparkir dipinggir jalan. Sekitar jam 13.00 Brimob mengambil paksa salah satu motor milik petani yang sedang diparkir dengan diseret menggunakan truk ke markas Brimob di lokasi pabrik. Mendapat khabar tesebut sekitar jam 14.45 puluhan orang setelah selesai panen, bersama-sama menuju pos jaga Brimob untuk menanyakan dan meminta dikembalikan motor yang disita.
Namun belum tiba dilokasi dan belum juga terucap kata, Brimob telah menembak para petani yang sedang mengendarai motor menuju lokasi. Penembakan tersebut tanpa peringatan tembakan ke udara namun langsung membabi buta dan berdurasi sekitar 15 menit sebagaimana diutarakan oleh korban (Muslim). Saat itu terdapat 130 brimob dan terdapat juga TNI Marinir, namun menurut korban lagi, Marinir tidak melakukan tindakan apapun. Penembakan tersebut terjadi sekitar pukul 15.00. Dan dalam insiden tersebut telah jatuh korban;
Korban Tewas satu orang, yaitu: Zaelani (45) warga Desa Kagungan Dalam meninggal ditempat karena luka tembak di kepala yang menembus diatas telinga,
 Korban luka ringan dan berat sebanyak tujuh orang, yaitu:
1.       Rano Karno (28) luka perut dan lengan,
2.       Muslim (18) luka berat di kaki dan harus diamputasi karena tulang pecah, ,
3.       Reli (32) luka tembak di bahu kanan,
4.       Hirun (18) luka tembak kaki kiri,
5.       Lukman (25) luka tembak kaki kiri, dan
6.       Matahan (38) luka dikaki kiri, dan
7.       Jefi (26) luka bakar
Setelah anak almarhum mendapat kabar bahwa ayahnya yang bernama Zaelani meninggal karena ditembak Brimob, keadaan mulai memanas. Dua jam setelah peristiwa tersebut (pukul 17.00), datanglah sekitar 500 orang dari 5 Desa (Desa Kagungan dalam, Nipah Kuning, Tanjung Raya, Pelita Jaya, dan Desa Moro-moro) ke pos Brimob untuk melakukan perlawanan, namun karena tidak ada lagi orang, maka pelampiasan kemarahan dilakukan dalam bentuk pembakaran mes perkantoran dan sarana lainnya milik PT.BSMI.
Peristiwa ini berlangsung selama lima jam, dari pukul 13.00 sampai dengan pukul 17.00. setelah kejadian tersebut, pada tanggal 11 November tahun 2011 sampai dengan 17 November tahun 2011, situasi di Mesuji Lampung sangat mencekam. Dan sampai hari ini warga Mesuji masih dibayang-bayangi kejadian tersebut.

3.         ANALISA KASUS
a.       Analisis Yuridis
Perbuatan tersebut melanggar:
1.       Undang - undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia:
Pasal 1: “Hak Asasi Manusia adalah seprearangkat hak yang melekat pada hakikat dankeberadaan manusia sebagai mahluk Tugas Yang Mha Esa dan merupakan anugrahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukun, Pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Pasal 4: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,  hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk  tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun”.
2.       Undang-undang DUHAM pasal 3 yang berbunyi: Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu.
3.       Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu: Kepolisian dituntut untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib, dan tegaknya hukum terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat, dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.  Apabila mengacu pada Prosedur Tetap Kepolisian Angka 6 huruf a  Prosedur Tetap Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor: PROTAP/1/X/2010 Tentang Penanggulangan Anarki, yaitu: 
4.       “Dalam menerapkan tugas dan perlindungan terhadap warga masyarakat setiap anggota Polri wajib memperhatikan: Asas legalitas, yaitu setiap anggota Polri dalam melakukan tindakan harus sesuai        dengan  prosedur dan hukum yang berlaku, baik didalam perundangundangan nasional maupun internasional.”
5.       Pasal 10 Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, menyebutkan: “dalam melaksanakan tugas penegakan hukum, setiap petugas/anggota Polri wajib mematuhi ketentuan berperilaku (code of conduct)…”

b.    Analisis Sosial
Tindakan tersebut jelas melanggar undang-undang. Dalam ketentuan pasal 33 ayat 3 UUD  1945, bahwasanya bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, dan digunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat.
Dalam Undang-Undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 67 ayat 1 disebutkan bahwa Masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya berhak:
1.    melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat adat yang bersangkutan;
2.    melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dantidak bertentangan dengan undang-undang; dan
3.    mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.
Selanjutnya dalam ayat 2 disebutkan bahwa pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Diperjelas dalam memori penjelas undang-undang ini bahwa masyarakat hukum adat diakui keberadaannya, jika menurut kenyataannya memenuhi unsur antara lain:
1.    masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban (rechtsgemeenschap);
2.    ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya;
3.    ada wilayah hukum adat yang jelas;
4.    ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat, yang masih ditaati; dan
5.    masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Berdasarkan ketentuan- ketentuan diatas, maka kejadian di mesuji adalah pelanggaran HAM berat dalam katagori humanity crame dan pelanggaran pidana.

4.         REKOMENDASI   
a)       Terhadap Kepolisian Republik Indonesia 
1)         Agar Kapolri cq Kapolda Lampung segera membentuk tim investigasi penyelidikan/penyidikan atas penggunaan kekuatan/senjata api sehingga menimbulkan korban luka tembak. 
2)         Agar Kapolri cq Kapolda Lampung segera membuat penjelasan secara rinci tentang alasan penggunaan senjata api, tindakan yang dilakukan, dan akibat dari tindakan yang telah dilakukan. 
3)         Agar Kapolri cq Kapolda Lampung dapat mempertanggungjawabkan tindakan penggunaan senjata api, dan dapat mengambil tindakan yang tegas terhadap anggota yang telah melakukan kesalahan prosedur.  

b)       Terhadap Tentara Nasional Indonesia     
1)         Agar Panglima TNI segera mengambil tindakan untuk mendisiplinkan anggota-anggotanya yang telah melakukan perbuatan/tindakan yang bertentangan dengan fungsi dan tugas TNI. 
2)         Agar Panglima TNI segera melakukan pembenahan terhadap prajurit-prajurit yang terlibat dalam pengamanan-pengamanan pihak swasta/keamanan bayaran, karena telah melanggar hukum dan peraturan disiplin prajurit. 

c)       Terhadap Pemerintah    
1)         Agar pemerintah dapat menindak PT. Barat Selatan Makmur Investindo yang telah melakukan pembangkangan terhadap kesepakatan yang telah dibuat bersama dengan warga. 
2)         Agar pemerintah dapat memberikan keadilan kepada warga dengan memberikan tindakan yang tegas terhadap PT. Bumi Selatan Makmur Investindo atas penyerobotan lahan warga 
3)        Agar pemerintah mencabut Izin Hak Guna Usaha dari PT. Barat Selatan Makmur Investindo.

5.         PENUTUP
Demikian laporan ini kami buat agar perbuatan tersebut dapat di tindak tegas oleh negara pelakunya melalui penegak hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara ini, semoga laporan ini menjadi pelajaran bagi kita semua agar dapat berbenah diri, dan supanya peristiwa ini tidak terulang kembali.
                                                             
                                                              Lombok, 28 Agustus 2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar