KASUS PERKEBUNAN
SAWIT
PT. BARAT
SELATAN MAKMUR INVESTINDO
DENGAN
WARGA MESUJI
LAMPUNG KABUPATEN MESUJI LAMPUNG
Oleh: Ardan Lelemappuji
1.
PENDAHULUAN
Secara umum, kejadian
ini sangat disanyangkan di zaman demokrasi saat ini Negara kita masih
menggunakan aparat penegak hukum untuk menyelesaikan masalah dengan kekerasan
bahkan tak sering juga dengan melakukan pembunuhan dan penganiayaan warga sipil
padahal salah satu unsur Negara demokrasi harus menjunjung tinggi hak-hak asasi
manusia tapi praktek dilapangan masih banyak Negara tidak menjunjung tinggi
hak-hak manusia, salah satu bentuk kejadian pelanggaran hak-hak manusia yang
dilakukan oleh Negara adalah perstiwa kabupaten Mesuji register 45 yang
terdapat di propinsi lampung yang mana di sana merupakan lahan perkebunan sawit
yang mana lahan tersebut milik Negara yang di pinjamkan ke pihak pengusaha
swasta untuk dikelola dengan izin HGU ( hak guna usaaha) akan tetapi lahan
tersebut menjadi sengketa oleh warga pribumi dengan pihak perusahaan yang
diberi izin HGU dengan melibatkan aparat dan memakan korban jiwa. Sejumlah warga Mesuji mengungkap tragedi pembantaian
petani di daerah mereka yang dilakukan oleh aparat keamanan dan sejumlah
perusahaan perkebunan. Di depan anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat di
Jakarta mereka mengatakan sebanyak 30 warga dibantai yang dipicu sengketa lahan
di Mesuji, Lampung.
Secara geografis, hubungan antara manusia dengan tanah sangat erat. Tanah, bagi masyarakat
desa manapun termasuk desa-desa tersebut, memiliki fungsi yang sangat penting.
Tanah merupakan tempat tinggal dan tempat penghidupan warga. Tanah sebagai
tempat manusia untuk menjalani dan melanjutkan kehidupannya. Tanah sebagai
tempat mereka berdiam, tanah yang memberi makan mereka, tanah dimana mereka
dimakamkan dan menjadi tempat kediaman arwah leluhurnya. Terhadap tanah adat, masyarakat adat memiliki hak
purba (hak ulayat). Hak masyarakat terhadap tanah adat atau selanjutnya bisa
disebut hak ulayat diakui secara tegas diatur di dalam Undang-Undang No.5 tahun
1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Dalam pasal 3 ayat 1 disebutkan “Dengan
mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak
yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut
kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta
tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang
lebih tinggi.”
2.
DESKRIPSI KASUS
Kronologis Bentrok Warga dengan Pihak Kepolisian Sejak
September 2011 masyarakat yang merasa tanahnya tidak pernah mendapat ganti rugi
melakukan panen kolektif secara bergilir
diatas lahan plasma. Dan sebelum melakukan panen masyarakat telah berkoordinasi
dengan Polres Tulang Bawang. Seperti biasanya setiap satu minggu sekali
masyarakat melakukan panen dan tepatnya dilakukan jam 10.00 WIB pada
tanggal 10 November tahun 2011. Petani
yang memiliki kendaraan diparkir dipinggir jalan. Sekitar jam 13.00 Brimob
mengambil paksa salah satu motor milik petani yang sedang diparkir dengan
diseret menggunakan truk ke markas Brimob di lokasi pabrik. Mendapat khabar
tesebut sekitar jam 14.45 puluhan orang setelah selesai panen, bersama-sama
menuju pos jaga Brimob untuk menanyakan dan meminta dikembalikan motor yang
disita.
Namun belum tiba dilokasi dan belum juga terucap kata,
Brimob telah menembak para petani yang sedang mengendarai motor menuju lokasi.
Penembakan tersebut tanpa peringatan tembakan ke udara namun langsung membabi
buta dan berdurasi sekitar 15 menit sebagaimana diutarakan oleh korban (Muslim).
Saat itu terdapat 130 brimob dan terdapat juga TNI Marinir, namun menurut
korban lagi, Marinir tidak melakukan tindakan apapun. Penembakan tersebut
terjadi sekitar pukul 15.00. Dan dalam insiden tersebut telah jatuh korban;
Korban Tewas satu orang, yaitu: Zaelani (45) warga Desa
Kagungan Dalam meninggal ditempat karena luka tembak di kepala yang menembus
diatas telinga,
Korban luka ringan dan berat
sebanyak tujuh orang, yaitu:
1. Rano Karno (28) luka perut dan lengan,
2. Muslim (18) luka berat di kaki dan harus diamputasi karena tulang pecah, ,
3. Reli (32) luka tembak di bahu kanan,
4. Hirun (18) luka tembak kaki kiri,
5. Lukman (25) luka tembak kaki kiri, dan
6. Matahan (38) luka dikaki kiri, dan
7. Jefi (26) luka bakar
Setelah anak almarhum mendapat kabar bahwa ayahnya yang
bernama Zaelani meninggal karena ditembak Brimob, keadaan mulai memanas. Dua jam
setelah peristiwa tersebut (pukul 17.00), datanglah sekitar 500 orang dari 5
Desa (Desa Kagungan dalam, Nipah Kuning, Tanjung Raya, Pelita Jaya, dan Desa
Moro-moro) ke pos Brimob untuk melakukan perlawanan, namun karena tidak ada
lagi orang, maka pelampiasan kemarahan dilakukan dalam bentuk pembakaran mes
perkantoran dan sarana lainnya milik PT.BSMI.
Peristiwa ini berlangsung selama lima jam, dari pukul
13.00 sampai dengan pukul 17.00. setelah kejadian tersebut, pada tanggal 11
November tahun 2011 sampai dengan 17 November tahun 2011, situasi di Mesuji
Lampung sangat mencekam. Dan sampai hari ini warga Mesuji masih
dibayang-bayangi kejadian tersebut.
3.
ANALISA
KASUS
a. Analisis Yuridis
Perbuatan tersebut melanggar:
1.
Undang - undang No. 39 Tahun
1999 tentang Hak
Asasi Manusia:
Pasal 1: “Hak Asasi Manusia adalah seprearangkat hak yang melekat pada
hakikat dankeberadaan manusia sebagai mahluk Tugas Yang Mha Esa dan merupakan
anugrahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara
hukun, Pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia”.
Pasal 4: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi,
pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan
persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk
tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun”.
2.
Undang-undang DUHAM pasal 3
yang berbunyi: Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan
sebagai individu.
3.
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu: Kepolisian
dituntut untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan
dan ketertiban masyarakat, tertib, dan tegaknya hukum terselenggaranya
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya
ketentraman masyarakat, dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Apabila mengacu pada Prosedur Tetap
Kepolisian Angka 6 huruf a Prosedur
Tetap Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor: PROTAP/1/X/2010 Tentang
Penanggulangan Anarki, yaitu:
4.
“Dalam menerapkan tugas dan
perlindungan terhadap warga masyarakat setiap anggota Polri wajib memperhatikan:
Asas legalitas, yaitu setiap anggota Polri dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan
prosedur dan hukum yang berlaku, baik didalam perundang‐undangan nasional
maupun internasional.”
5.
Pasal 10 Peraturan Kepala
Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip
Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia, menyebutkan: “dalam melaksanakan tugas penegakan hukum, setiap petugas/anggota
Polri wajib mematuhi ketentuan berperilaku (code of conduct)…”
b.
Analisis
Sosial
Tindakan tersebut jelas melanggar undang-undang. Dalam
ketentuan pasal 33 ayat 3 UUD 1945, bahwasanya bumi, air dan ruang
angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan
tertinggi dikuasai oleh Negara, dan digunakan sebesar-besar untuk kemakmuran
rakyat.
Dalam Undang-Undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan
pasal 67 ayat 1 disebutkan bahwa Masyarakat hukum adat sepanjang menurut
kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya berhak:
1. melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup
sehari-hari masyarakat adat yang bersangkutan;
2. melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku
dantidak bertentangan dengan undang-undang; dan
3. mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.
Selanjutnya dalam ayat 2 disebutkan bahwa
pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Diperjelas
dalam memori penjelas undang-undang ini bahwa masyarakat hukum adat diakui
keberadaannya, jika menurut kenyataannya memenuhi unsur antara lain:
1. masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban (rechtsgemeenschap);
2. ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya;
3. ada wilayah hukum adat yang jelas;
4. ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat, yang masih
ditaati; dan
5. masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk
pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Berdasarkan ketentuan- ketentuan diatas, maka
kejadian di mesuji adalah pelanggaran HAM berat dalam katagori humanity crame
dan pelanggaran pidana.
4.
REKOMENDASI
a) Terhadap Kepolisian Republik Indonesia
1)
Agar Kapolri cq Kapolda
Lampung segera membentuk tim investigasi penyelidikan/penyidikan atas penggunaan
kekuatan/senjata api sehingga menimbulkan korban luka tembak.
2)
Agar Kapolri cq Kapolda
Lampung segera membuat penjelasan secara rinci tentang alasan penggunaan senjata
api, tindakan yang dilakukan, dan akibat dari tindakan yang telah
dilakukan.
3)
Agar Kapolri cq Kapolda
Lampung dapat mempertanggungjawabkan tindakan penggunaan senjata api, dan dapat
mengambil tindakan yang tegas terhadap anggota yang telah melakukan kesalahan
prosedur.
b) Terhadap Tentara Nasional Indonesia
1)
Agar Panglima TNI segera
mengambil tindakan untuk mendisiplinkan anggota-anggotanya yang telah melakukan
perbuatan/tindakan yang bertentangan dengan fungsi dan tugas TNI.
2)
Agar Panglima TNI segera
melakukan pembenahan terhadap prajurit-prajurit yang terlibat dalam
pengamanan-pengamanan pihak swasta/keamanan bayaran, karena telah melanggar
hukum dan peraturan disiplin prajurit.
c) Terhadap Pemerintah
1)
Agar pemerintah dapat menindak
PT. Barat Selatan Makmur Investindo yang telah melakukan pembangkangan terhadap
kesepakatan yang telah dibuat bersama dengan warga.
2)
Agar pemerintah dapat
memberikan keadilan kepada warga dengan memberikan tindakan yang tegas terhadap
PT. Bumi Selatan Makmur Investindo atas penyerobotan lahan warga
3)
Agar pemerintah mencabut Izin
Hak Guna Usaha dari PT. Barat Selatan Makmur Investindo.
5.
PENUTUP
Demikian laporan ini kami buat agar perbuatan tersebut
dapat di tindak tegas oleh negara pelakunya melalui penegak hukum sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara ini, semoga laporan ini menjadi
pelajaran bagi kita semua agar dapat berbenah diri, dan supanya peristiwa ini
tidak terulang kembali.
Lombok, 28 Agustus 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar