GENERASI MUDA
Oleh: Ardan
Lelemappuji, S.HI
A. Pengertian Generasi Muda
Generasi Muda adalah terjemahan dari
young generation yang mengandung arti populasi yang sedang membentuk
dirinya. Kata Generasi muda terdiri dari dua kata yang majemuk, kata yang kedua
adalah sifat atau keadaan kelompok individu itu masih berusia muda dalam
kelompok usia muda yang diwarisi cita-cita dan dibebani hak dan kewajiban,
sejak dini telah diwarnai oleh kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan kegiatan sosial.
Maka dalam keadaan seperti ini generasi muda dari suatu bangsa merupakan Young
Citizen.
Pengertian generasi muda erat
hubungannya dengan arti generasi muda sebagai generasi penerus. Yang dimaksud
Generasi Muda secara pasti tidak terdapat satu definisi yang dianggap paling
tepat akan tetapi banyak pandangan yang mengartikannya tergantung dari sudut
mana masyarakat melihatnya. Namun dalam rangka untuk pelaksanaan suatu program
pembinaan bahwa "Generasi Muda" ialah bagian suatu generasi yang
berusia 0 – 30 tahun. Untuk lebih dapat mengidentifikasi pengertian, ciri dan
aspek yang terkandung dalam dalam Generasi Muda yaitu:
1.
Dilihat dari segi biologis,
ada istilah bayi, anak, remaja, pemuda dan dewasa. Anak 1- 12 tahun,
remaja 12 - 15 tahun, pemuda 15- 30 tahun, dewasa 30 tahun ke atas.
2.
Dilihat dari segi
budaya atau fungsional dikenal istilah anak, remaja dan dewasa. Anak 0-12
tahun, remaja 13-18 tahun, dewasa 18-21 tahun ke atas. usia 18 tahun sudah
dianggap dewasa, usia ini dalam menuntut hak seperti hak pilih, ada yang
mengambil 21 tahun sebagai permulaan dewasa. Dilihat dari segi psikologis dan
budaya, maka pematangan pribadi ditentukan pada usia 21 tahun. Usia 18 tahun
sudah dianggap dewasa, usia ini dalam menuntut hak seperti hak pilih, ada yang
mengambil 21 tahun sebagai permulaan dewasa. Dilihat dari segi psikologis dan
budaya, maka pematangan pribadi ditentukan pada usia 21 tahun.
3.
Jika dilihat dari
angkatan kerja ditemukan istilah tenaga muda disamping tenaga tua. Tenaga muda
adalah calon-calon yang dapat diterima sebagai tenaga kerja yang diambil antara
18 sampai 22 tahun.
4.
Untuk kepentingan
perencanaan modern digunakan istilah sumber-sumber daya manusia muda (Young
human resources) sebagai salah satu dari 3 sumber-sumber pembangunan yaitu:
sumber-sumber alam (natural resources), sumber-sumber dana (financial
resources), sumber-sumber daya manusia (human resources).
Sumber-sumber daya generasi muda
adalah mereka yang berumur dari umur 0
sampai 18 tahun. Hal itu dapat dilihat dari sudut pandang ideologis, maka idealnya
generasi muda adalah calon pengganti generasi terdahulu dalam hal ini berumur
antara 18 - 30 tahun, dan kadang-kadang sampai umur 40 tahun. Dilihat dari
sudut ideologis, maka generasi muda adalah calon pengganti generasi terdahulu
dalam hal ini berumur antara 18 sampai 30 tahun, dan kadang-kadang sampai umur
40 tahun.
Pengertian pemuda berdasarkan umur dan lembaga serta
ruang lingkup tempat pemuda berada, diperoleh kategori:
a. Siswa usia
antara 6 – 18 tahun, yang masih ada dibangku sekolah,
b. Mahasiswa di
Universitas atau perguruan tinggi, yang berusia antara 18-21 tahun.
c. Pemuda di
luar lingkungan sekolah maupun perguruan tinggi yang berusia antarea 15-30
tahun.
Pembinaan dan
pengembangan generasi muda dalam usaha ini mencakup semua aspek yang disebutkan
diatas, maka generasi muda dalam hal ini adalah manusia yang berumur antara 0
sampai 30 tahun. Sedang yang dimaksud dengan pemuda adalah manusia yang berumur
antara 15-30 tahun. Masa transisi dewasa dikenal kemudian dengan generasi
peralihan (transisi) yakni mereka yang berumur 30-40 tahun.
Pendidikan nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal
dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan
segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga,
kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan,
suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan
pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah
hati, dan; kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Kesembilan pilar karakter tersebut dalam
terimplementasikan dalam proses kegiatan belajar mengajar Taman Pengajian Qur’an (TPQ). Pendidikan yang
dilakukan di Taman Pengajian Qur’an merupakan
pendidikan informal dan lebih dominan berorientasi kepada aspek
afektif-implementatif dibandingkan aspek kognitif. Penagajar Taman Pengajian Qur’an (ustadz/ustadzah) dalam
menyampaikan materi (Akhlaq, baca Tulis Al-Qur’an, syariah, dan sebagainya)
sebisa mungkin dengan penuh pemahaman dan kekeluargaan, jauh berbeda dengan
pendidikan formal di sekolah yang hanya menekankan kriteria ketuntasan minimal
(KKM) ketuntasan standar nilai tertentu.
Generasi
Qur’ani ialah generasi yang beriman dan bertaqwa, yang menjadikan Al-Qur’an
sebagai bacaan utama dan pedoman hidupnya, berakhlaq mulia, cerdas, terampil,
sehat, punya rasa tanggung jawab moral dan sosial,demi masa depan gemilang.
Generasi Qur’ani adalah generasi yang mampu menerjemahkan pesan-pesan
Al-Qur’an dalam pentas kehidupan kekinian, dalam rangka mengemban misi rahmatan
lil ‘alamin, di tengah-tengah gemuruhnya kemajuan teknologi modern.
B. Dasar
Hukum Generasi Muda
Islam adalah agama yang sangat memperhatikan
generasi muda, baik dalam segi kehidupan, disiplin, prestasi, dan jiwa karsa
setiap penganutnya. Bahkan, sikap disiplin, misalnya, menjadi bagian integral
dari keabsahaan ibadah keagamaan yang pada gilirannya merupakan pilar dari
agama. Dengan kata lain, tanpa pemenuhan
disiplin yang telah ditetapkan dan hukum-hukum agama, maka ibadah yang
dikerjakan setiap pemeluk agama menjadi tidak sah bahkan sia-sia. Dalam Islam,
masalah disiplin, etos kerja, motivasi, dan prestasi menduduki peranan yang
sangat penting. Dapat dikatakan bahwa Islam adalah agama yang sangat disiplin.
Hampir seluruh ibadah dalam ajaran Islam mengandung unsur pengajaran dan
latihan disiplin.
Dasar adalah pangkal tolak dari
suatu aktivitas atau landasan tempat berpijak atas tegaknya sesuatu. Dasar hukum
generasi muda dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu:
1)
Dasar dari Segi Yuridis/Hukum
Dasar hukum generasi muda
berdasarkan peraturan perundang-undangan, dari segi yuridis formal ada 3 macam,
yaitu:
a.
Dasar
ideal, yaitu dasar dari falsafah negara, pancasila (sila pertama Pancasila)
yaitu Ketuhanan yang Maha Esa.
b.
Dasar
struktural/konstitusional, yaitu dasar dari UUD 1945 dalam bab XI pasal 29 ayat
1 dan 2 yang berbunyi:
1.
Negara
berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa
2.
Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan
beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
2)
Dasar Religius
Yang dimaksud dengan dasar religius
adalah dasar-dasar yang bersumber dari Agama Islam yang tertera dalam ayat Al-Qur'an
dan Hadist Nabi. Menurut ajaran Islam, pembinaan generasi muda merupakan
perintah dari Allah dan merupakan ibadah.
a.
Al-Qur’an
Dalam Al-Qur'an banyak ayat yang
menunjukkan adanya perintah tersebut, antara lain dibawah ini:
a)
Dalam
Q.S. An-Nahl (16): 125:
äí÷Š$# 4’n<Î) È@‹Î6y™ y7În/u‘ ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9ω»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }‘Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7/u‘ uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#‹Î6y™ ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïωtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ
Terjemahan: ‘Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk’.
b)
Dalam
Q.S. Ali-Imran (3): 104:
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããô‰tƒ ’n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã Ìs3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ
Terjemahan: ‘Dan hendaklah
ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang
beruntung’.
c)
Dalam
Q.S. At-Tahrim (66): 6:
$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3‹Î=÷dr&ur #Y‘$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou‘$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#y‰Ï© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ
Terjemahan: ‘Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
b.
Sunnah
As-sunnah ialah perkataan, perbuatan
ataupun pengakuan Rasulullal Saw. Yang dimaksud dengan pengakuan itu ialah
kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui Nabi dan beliau membiarkan
saja kejadian atau perbuatan itu berjalan.
Sunnah merupakan sumber ajaran dan
landasan pendidikan agama Islam kedua sesudah Al-qur’an. seperti Al-qur’an
sunah juga berisi aqidah dan syari’ah. Sunah berisi petunjuk atau pedoman bagi
kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat manusia
menjadi manusia seutuhnya atau muslm yang bertaqwa. Untuk itu Rasul Allah
menjadi guru dan pendidik utama. Beliau sendiri mendidik, pertama dengan
menggunakan sumah Al-Arqam Ibn Abi Al-Arqam, kedua dengan memanfaatkan tawanan
perang untuk mengajar baca tulis, ketiga dengan mengirim para sahabat ke
daerah-daerah yang baru masuk Islam. Semua itu adalah pendidikan dalam rangka
pembentukan manusia muslim dan masyarakat Islam.
c)
Ijtihad
Yang dimaksud
ijtihad dengan kaitannya sebagai dasar pendidikan Islam adalah usaha sungguh-sungguh
yang dilakukan oleh ulama Islam dalam memahami nash Al-Qur’an dan sunnah Nabi
yang berhubungan dengan penjelasan dan dalil tentang dasar pendidikan Islam,
sistem dan arah pendidikan Islam. Beberapa contoh hasil ijtihad yang dapat
dijadikan sebagai dasar pembinaan generasi antara lain:
1.
Ketetapan
para ulama tentang diperbolehkannya seorang guru menerima upah, adab guru dan
murid, dalam proses pendidikan, keharusan untuk mulai belajar al-Qur’an, dan
sebagainya.
2.
Ketetapan
para ulama tentang tempat pendidikan Islam dari rumah ke masjid, ke madrasah,
ke universitas dan sebagainya.
3.
Ketetapan
para ulama terhadap materi pendidikan Islam dari materi al-Qur’an, hadits dan ilmu agama lainnya boleh ditambah dengan
materi lain seperti ilmu bahasa, ilmu falaq, ilmu, hayat, ilmu kedokteran dan
sebagainya.
Begitu juga dengan disiplin spiritual yang mendidik dan melatih
batin (innerself) merupakan salah satu inti dari Islam. Disiplin ruhani
ini membebaskan manusia dari penghambaan kepada dirinya sendiri yang bersumber
dari hawa nafsu yang cenderung tidak terkendalikan terhadap godaan kehidupan
manusia. Sebaliknya, ia menamakan dalam dirinya hasrat dan cinta hanya kepada Tuhannya.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-An’am [6]: 162. ‘Katakanlah:
Sesungguhnya shalatku, ibadahku, dan matiku hanya untuk Allah Tuhan semesta
alam’.
Dalam juga
diterangkan, salah satu diantaranya adalah Hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah radhiyallahu
‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: ‘Ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah
dalam naungan (Arsy-Nya) pada hari yang tidak ada naungan (sama sekali) kecuali
naungan-Nya, yaitu seorang pemuda yang tumbuh dalam ibadah (pengabdian diri
dalam hal keimanan dan ketaatan) kepada Allah.
Hadits yang diriwayatkan oleh ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Sesungguhnya Allah Ta’ala benar-benar kagum terhadap seorang pemuda yang tidak memliki shabwah’.
Hadits yang diriwayatkan oleh ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Sesungguhnya Allah Ta’ala benar-benar kagum terhadap seorang pemuda yang tidak memliki shabwah’.
Maksudnya pemuda
yang tidak memperturutkan hawa nafsunya, dengan dia membiasakan dirinya
melakukan kebaikan dan berusaha keras menjauhi keburukan. Hadits yang
diriwayatkan oleh Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah
Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Wahai para pemuda, barangsiapa di
antara kamu yang mampu menanggung beban pernikahan (memberi nafkah lahir dan
batin), maka hendaknya dia menikah, karena itu lebih menundukkan pandangan dan
menjaga kemaluan. Barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaknya dia berpuasa,
karena itu merupakan pengekang syahwat baginya’.
Selanjutnya adalah disiplin moral. Konsep Islam tentang
moralitas berdasarkan pada konsep tauhid. Dalam konsepsi dan ajaran tauhid,
Allah Yang Maha tunggal adalah Pencipta, Tuhan sekalian alam. Tuhan adalah
sumber sekaligus tujuan kehidupan karena prinsip moral Islam berdasarkan pada
wahyu Allah, maka mereka bersifat permanen. Oleh karena itu, Islam memiliki
standar moralitas dengan karekternya yang khas. Islam tidak hanya mengajarkan
ukuran moral, tetapi juga memberikan kesempatan kepada potensi yang dimiliki
manusia untuk itu menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Potensi yang
dimiliki manusia, yang dapat membantunya dalam memahami dan membenarkan norma
moral Islam yang bersumbar dari wahyu Allah itu termasuk akal dan kalbu (hati
nurani).
Islam juga memberikan perhatian dan penekanan yang kuat
kepada etos kerja (work ethics). Bahkan, dapat dikatakan Islam adalah
agama yang menjunjung tinggi semangat bekerja keras. Dalam Islam setiap manusia
di berikan kebebasan berusaha dan bekerja untuk kepentingan hidupnya dengan
sebaik-baiknya. Akan tetapi, disamping menekankan hak dan kebebasan individ,
Islam juga sangat menjunjung tinggi semangat kebersamaan (jamaah). Inilah
kelebihan nilai-nilai moral atau etika yang terkandung dalam ajaran agama Islam.
Pemuda adalah aset bangsa yang tidak tergantikan. Keberadaannya
indikasinya adanya penerus terhadap keberlangsungan kehidupan selanjutnya. Akan
tetapi, apakah semua pemuda dapat di jadikan tumpuan dalam mewujudkan kemajuan
dan kesejahteraan rakyat dan bangsa? Tentu kita akan menjawab tidak sebab ada
juga pemuda yang justru menjadi duri dalam daging perjuangan menegakkan
keadilan dan kedamaian. Untuk menemukan pemuda yang bisa diandalkan, elemen
yang bisa digunakan adalah melalui media pendidikan. Melalui pendidikan yang
benar akan lahir generasi muda yan bisa menjadi pahlawan bagi rakyat dan
bangsanya dikemudian hari. Akan tetapi, yang diperlukan oleh seorang pemuda
adalah kemauan untuk terus belajar dan berkarya, bukan hanya menunggu, bersikap
pasif, dan berkhayal. Pemuda Islam yang berjiwa besar tidak pernah mempersoalkan
secara berlebihan masalah peluang sejarah. Bagi mereka, kematangan pribadi
adalah seperti modal dalam investasi. Seperti apapun baiknya peluang, hal itu
tidak akan berguna kalau tidak memiliki modal. Peluang sejarah adalah ledakan
keharmonisan dari kematangan yang terabaikan. Seperti keharmonisan antara
pedang dan keberanian dalam medan perang, antara kecerdasan dan pendidikan
formal dalam dunia ilmu pengetahuan. Akan tetapi, jika kita harus memilih salah
satunya, maka yang harus kita pilih adalah keberanian tanpa pedang dalam
perang, atau kecerdasan tanpa pendidikan formal dalam wilayah ilmu.
Kesadaran semacam ini mempunyai dampak karakter yang sangat
mendasar. Inilah yang harus dilakukan oleh generasi muda Islam. Komitmen mereka
untuk meniti jalan terjal perjuangan membebaskan manusia dari keterbelakangan
adalah syarat untuk menjadi seorang pahlawan. Oleh karena itu pahlawan mukmin
sejati bukanlah pemimpi disidang bolong atau orang berdosa dalam kebohongan dan
ketidak berdayaan. Mereka adalah petani yang berdoa ditengah sawah, pedagang
yang berdoa di pasar, petarung yang berdoa ditengah pecamuk perang.
Sekali-sekali mereka menatap langit untuk menyegarkan ingatan pada misi mereka.
Mereka menyeka keringat dan bekerja kembali.
Tantangan adalah stimulan kehidupan yang disediakan Allah
untuk merangsang munculnya semangat perubahan sekaligus nurani kepahlawanan
dalam diri manusia. Orang-orang yang tidak memiliki nurani akan melihat
tantangan sebagai beban berat, mereka menghindarinya dan dengan sukarela menerima
posisi kehidupan yang tidak terhormat. bagi orang yang mempunyai nurani
kepahlawanan akan mengatakan kepada tantangan tersebut, Ini untuk ku. Pemuda
Islam akan selalu berjuang untuk menjadikan tantangan sebagi motifasi demi
kesejahteraan umat manusia. Dalam beragama mereka tidak memahaminya sebagai
ritual belaka, melainkan sebuah kerja, sebuah aksi nyata. Tidak sedikit yang
memahami agama merupakan ritual belaka, para digma harus segera di ubah karena
agama tidak seperti itu. Abdul Malik Utsman dari CRSE (Community for
Religion and Social Engineering) Yogyakarta, mengutip gagasan John D.
Caputo, seorang intelektual yang berusaha memaknai agama dan kereligiusan
dengan cara yang baru. Menurutnya, agama adalah cinta-kasih, dan kebijakan
merupakan hal inti yang niscaya ada dalam agama sehingga seorang yang religius
adalah orang yang memiliki sekaligus mengamalkan sikap ini. Korupsi, illegal
logging, penjualan manusia, menaikan harga BBM, disaat banyak karya kecil
terhimpit banyak kesusahan, merupakan beberapa ciri tidak adanya cinta-kasih
dan kebajikan.
Moral Force atau gerakan moral cenderung jalan di
tempat dan kurang greget karena gerakan ini hamnya berkutap pada permasalahan
yang normatif. Dengan demikian, untuk menambah daya gedornya adalh dengan membingkai
gerakan moral dan gerakan spiritual atau spiritual force menjadi satu kesatuan
yang padu. Agama juga bukan dogma, lembaga, dan heararki kepemimpinan yang
terkesan formal dan kaku. Agama adalah formasi antara saleh indifidu dan saleh
sosial. Formulasi dua sikap ini akan mengejawantah dan menjadikan para pemeluk
agama berpandangan sufistik-transformatif, yang tercermin dalam perilakunya
sehari-hari. Ketika agama hanya diprediksikan denganketaatan ritual-simbolis
saja, implikasinya adalah moral, mental, dan jiwa pemeluk agama akan beku dan
kering. Agama harus di pahami dengan segala bentuk keuniversalannya dan nilai
yang dikandungnya. Manakala pemahaman terhadap agama seperti ini, jiwa
kemanisiaan pemeluknya akan berusaha memahami ajaran agamanya dan mengaktualisasikan
dalam alam nyata. Mereka tidak hanya mempraktikan ketaatan ritualistik, tetapi
juga bersemangat untuk melakukan transformasi kebaikan dalam kehidupannya.
Perlu diketahui bahwa berbagai konflik yang terjadi
akhir-akhir ini, bukanlah karena faktor doktrinal melainkan problem yang
bersifat praksis, yaitu problem kemanusiaan, seperti konflik sosial, kekuasaan,
kemiskinan, ketidak adilan, perlakuan yang otoriter, pengekangan, dan
diskriminasi. Pada konteks inni, gerakan moral saja tidak cukup sehingga
diperlukan gerakan spiritual. Oleh karena itu, berbagai sikap di atas seoalh
sudah menjadi kebiasaan dan menjadi idiologi kebanyakan masyarakat di negeri
ini, baik yang dilakukan oleh rakyat, ataupun yang dilakukan oleh mereka yang
mempunyai kekuasaan. Agama merupakan pranata untuk menyempurnakan kemanusiaan
manusia, dan pada waktu yang bersamaan berfungsi untuk mengangkat harkat dan
derajat manusia. Dengan demikian, pemahaman yang komperhensif terhadap agama
akan mampu membangun moral force yang tangguh dan compatible, sebagai salah
satu syarat membangun bangsa yang telah sekian lama di himpit dan terjerumus
dalam kemunduran.
Untuk membangun bangsa menuju kepada kemajuan, kejayaan dan
kesejahteraan, tidak hanya menitik beratkan pada pembangunan fisik, tetapi ada
yang lebih penting untuk di bangun dan ditegakkan, yaitu pembangunan kristal
nilai dan rasa yang terdapat pada wilayah-wilayah yang transenden. Pendekatannya
menggunakan pendekatan yang berorientasi pada wilayah spiritual. Moral force
selama ini cenderung bergumel pada tataran wacana sehingga kekerasan
erosentrisme-imperialistik mulai mendapatkan tempatnya, meski dengan merambat
namun pasti. Salah satu alat pencegahan kekerasan tersebut adalah dengan
pemahaman yang serta pengamalan terhadap ajaran agama. Formulasi tersebut akan
menjadikan agama sebagai barometer dalam berperilaku dan menjelma menjadi
kearifan intertekstual. Hal ini menjadikan para pemeluk agama mampu
mengeksplorasi makna transformatif dan universal yang terkandung dalam agama
sebagai pijakan tidak dalam menjalani kehidupan dinegara dengan multi-etnis,
multi-agama, dan multi-kepentingan ini. kemudian, kita pun menjadi salah satu
aktor penting kemajuan negara ini, menjadi negara yang beradab, damai, dan
berbudaya. Dengan peradigma seperti ini, kita (pemuda) akan bisa berperan aktif
dalam menyusun kerangka terbaik untuk dunia pendidikan Islam di negara ini,
yang selama ini belum mampu mengentaskan rakyat dari tabir keterbelakangan pemuda
seperti ini akan mampu melakukan revormasi dan menciptakan formulasi baru
terhadap pendidikan Islam, dan menjadikannya sebagai jalan merengkuh pencerahan
hidup dan kehidupan.
C. Problematika Generasi Muda
Probelamatika remaja di jaman modern ini termasuk masalah
terpenting yang dihadapi semua masyarakat di dunia, baik masyarakat muslim
maupun non muslim. Hal ini dikarenakan para pemuda dalam masa pertumbuhan fisik
maupun mental, banyak mengalami gejolak dalam pikiran maupun jiwa mereka, yang
sering menyebabkan mereka mengalami keguncangan dalam hidup dan mereka berusaha
sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari berbagai masalah tersebut. Dan itu
semua tidak mungkin terwujud kecuali dengan kembali kepada ajaran agama dan
akhlak Islam, yang keduanya merupakan penegak kebaikan dalam masyarakat, untuk
terwujudnya kemaslahatan dunia dan akhirat, dan sebab turunnya berbagai
kebaikan dan berkah (dari Allah Ta’ala) serta hilangnya semua
keburukan dan kerusakan.
Agama Islam sangat memberikan perhatian besar kepada upaya
perbaikan mental para pemuda, karena generasi muda hari ini adalah para pemeran
utama di masa mendatang, dan mereka adalah pondasi yang menopang masa depan
umat ini. Oleh karena itulah, banyak ayat Al-Qur’an dan hadits Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang menghasung kita untuk membina dan
mengarahkan para pemuda kepada kebaikan. Karena jika mereka baik maka umat ini
akan memiliki masa depan yang cerah, dan generasi tua akan digantikan dengan
generasi muda yang shaleh. Agama Islam sangat memberikan perhatian besar dalam
masalah ini, terbukti dengan banyaknya hadits Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang berisi pujian bagi pemuda yang taat kepada
Allah dan hadits lainnya yang berisi himbauan kebaikan khusus bagi para pemuda.
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin rahimahullah
berkata: “Kalau kita meninjau dengan seksama (keadaan) para pemuda, maka secara
umum kita dapat mengklasifikasi para pemuda ke dalam tiga (golongan): pemuda
yang istiqamah (baik akhlaknya), pemuda yang menyimpang (akhlaknya), dan pemuda
yang kebingungan/terombang-ambing (di persimpangan jalan). Adapun pemuda yang
istiqamah (baik akhlaknya) adalah pemuda yang beriman (kepada Allah Ta’ala)
dalam arti yang sebenarnya, dia meyakini agama Islam, mencintai, merasa cukup
dan bangga dengannya. Mengamalkan Islam merupakan target utamanya, dan lalai
dari agama merupakan kerugian yang nyata baginya. Dia adalah pemuda yang selalu
beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan agamanya bagi-Nya semata-mata dan tidak
ada sekutu baginya.
Pemuda yang selalu meneladani Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam (semua) ucapan dan perbuatannya, karena dia
meyakini beliau sebagai utusan Allah dan panutan yang (harus) diteladani.
Pemuda yang mendirikan shalat secara sempurna sesuai dengan kemampuannya,
karena dia yakin bahwa shalat memiliki banyak manfaat dan kebaikan dalam agama
maupun dunia, bagi diri pribadi dan masyarakat. Adapun golongan yang kedua
adalah pemuda yang menyimpang akidahnya, buruk tingkah lakunya, tertipu dengan
dirinya sendiri dan tenggelam dalam keburukan hawa nafsunya. Dia tidak mau menerima
(nasehat) kebenaran dari orang lain dan tidak mau menjauhkan dirinya dari
kebatilan, egois dalam tindak-tanduknya, seolah-olah dia diciptakan untuk
(kekal di) dunia dan dunia diciptakan untuk dirinya saja. Dia adalah pemuda
yang membangkang dan tidak mau tunduk kepada kebenaran, serta tidak mau
meninggalkan kebatilan. Dan golongan yang ketiga adalah pemuda yang kebingungan
dan terombang-ambing di persimpangan jalan, (sebenarnya) dia telah mengetahui
dan meyakini kebenaran serta hidup di masyarakat yang baik, akan tetapi
pintu-pintu keburukan terbuka lebar (di hadapannya melalui berbagai media dan
sarana), berupa pendangkalan akidah, penyimpngan akhlak, kerusakan amal
perbuatan, adat dan kebiasaan buruk, serta serangan berbagai macam kebatilan,
yang membuatnya (terkurung) dalam pergolakan pikiran dan mental. Dia berdiri di
depan berbagai macam gelombang (fitnah) ini dalam keadaan bingung dan tidak
mengetahui apakah semua pemikiran dan tingkah laku modern ini yang benar,
ataukah adat-istiadat dari nenek moyang dan masyarakatnya yang baik? Maka
jadilah dia bimbang dan guncang (dalam menentukan pilihan), sehingga terkadang
dia mengikuti yang ini dan terkadang yang itu.
Golongan pemuda ini akan mengalami keburukan dalam hidupnya, maka dibutuhkan pendorong yang kuat untuk membimbing mereka ke jalan yang baik dan benar, dan ini sangatlah mudah dengan Allah menghadirkan seorang juru dakwah (yang mengajak kepada) kebaikan dengan bijaksana, dan dilandasi ilmu serta niat yang baik.
Golongan pemuda ini akan mengalami keburukan dalam hidupnya, maka dibutuhkan pendorong yang kuat untuk membimbing mereka ke jalan yang baik dan benar, dan ini sangatlah mudah dengan Allah menghadirkan seorang juru dakwah (yang mengajak kepada) kebaikan dengan bijaksana, dan dilandasi ilmu serta niat yang baik.
penyebab terjadinya penyimpangan dan problem di kalangan para
pemuda sangat banyak dan bermacam-macam, karena manusia di masa remaja akan
mengalami pertumbuhan besar tubuh, pikiran dan akal. Karena masa remaja adalah
masa pertumbuhan, sehingga timbullah perubahan yang sangat cepat (pada dirinya).
Oleh karena itulah, dalam masa ini sangat dibutuhkan tersedianya sarana-sarana
untuk membatasi diri, mengekang nafsu dan pengarahan yang bijaksana untuk
menuntun ke jalan yang lurus. Di antara sebab-sebab penting yang mendukung
terjadinya penyimpangan akhlak para pemuda tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Waktu luang
Waktu luang bisa
menjadi penyakit yang membinasakan pikiran, akal dan potensi fisik manusia,
karena diri manusia harus beraktifitas dan berbuat. Jika diri manusia tidak
beraktifitas maka pikirannya akan beku, akalnya akan buntu dan aktifitas
dirinya akan lemah, sehingga hatinya akan dikuasai bisikan-bisikan pemikiran
buruk, yang terkadang akan melahirkan keinginan-keinginan buruk. Untuk
mengatasi hal ini, hendaknya seorang pemuda berupaya (untuk mengisi waktu
luangnya) dengan kegiatan yang cocok (dan bermanfaat) untuknya, seperti
membaca, menulis, berwiraswasta atau kegiatan lainnya, untuk menghindari
kekosongan aktifitas dirinya, dan menjadikannya sebagai anggota masyarakat yang
berbuat untuk dirinya dan orang lain.
2. Kesenjangan dan buruknya hubungan antara pemuda dengan orang tua,
baik dari kalangan keluargan, Sahabat, kerabat, tetangga maupun orang lain.
Kita melihat orang tua yang menyaksikan penyimpangan akhlak pada pemuda di keluarganya atau selain keluarganya, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, dia hanya berdiri kebingungan dan tidak mampu meluruskan akhlaknya, bahkan dia berputus asa dari kebaikan pemuda tersebut. Hal ini menimbulkan kebencian dari pihak orang tua kepada para pemuda, bahkan ketidakperdulian dengan semua keadaan mereka yang baik ataupun buruk. Bahkan terkadang hal ini menjadikan para orang tua menilai negatif kepada semua pemuda, yang ini akan menyebabkan ketidakharmonisan hubungan mereka dalam masyarakat, karena masing-masing pihak akan memandang yang lainnya dengan pandangan kebencian dan melecehkan. Jika ini terjadi maka berarti bahaya besar sedang mengancam kelangsungan hidup bermasyarakat. Untuk mengatasi masalah ini, hendaknya masing-masing dari pihak pemuda maupun orang tua berusaha keras untuk menghilangkan kesenjangan dan buruknya hubungan mereka itu, dan hendaknya masing-masing pihak meyakini bahwa sebuah masyarakat dengan para pemuda dan orang tua adalah bagaikan tubuh yang satu , jika salah satu anggotanya rusak maka akan menyebabkan kerusakan semua anggota masyarakat lainnya
Kita melihat orang tua yang menyaksikan penyimpangan akhlak pada pemuda di keluarganya atau selain keluarganya, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, dia hanya berdiri kebingungan dan tidak mampu meluruskan akhlaknya, bahkan dia berputus asa dari kebaikan pemuda tersebut. Hal ini menimbulkan kebencian dari pihak orang tua kepada para pemuda, bahkan ketidakperdulian dengan semua keadaan mereka yang baik ataupun buruk. Bahkan terkadang hal ini menjadikan para orang tua menilai negatif kepada semua pemuda, yang ini akan menyebabkan ketidakharmonisan hubungan mereka dalam masyarakat, karena masing-masing pihak akan memandang yang lainnya dengan pandangan kebencian dan melecehkan. Jika ini terjadi maka berarti bahaya besar sedang mengancam kelangsungan hidup bermasyarakat. Untuk mengatasi masalah ini, hendaknya masing-masing dari pihak pemuda maupun orang tua berusaha keras untuk menghilangkan kesenjangan dan buruknya hubungan mereka itu, dan hendaknya masing-masing pihak meyakini bahwa sebuah masyarakat dengan para pemuda dan orang tua adalah bagaikan tubuh yang satu , jika salah satu anggotanya rusak maka akan menyebabkan kerusakan semua anggota masyarakat lainnya
3. Bergaul dan menjalin hubungan dengan teman pergaulan yang
menyimpang akhlaknya. Hal ini sangat mempengaruhi akal, pikiran dan tingkah
laku para pemuda. Oleh karena itulah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda dalam Hadits shohih yang diriwayatkan Muslim dari Abu
Hurairah.
المرء على دين خليله، فلينظر أحدكم من يخالل
Artinya: ’Seorang manusia akan mengikuti agama teman dekatnya, maka
hendaknya salah seorang darimu melihat siapa yang dijadikan teman dekatnya’.
Dalam
hadits lain beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Perumpaan teman bergaul yang buruk adalah seperti
peniup api tukang besi, bisa jadi dia akan membakar pakaianmu, atau (minimal)
kamu akan mencium darinya bau yang tidak sedap’.
Untuk
mengatasi masalah ini, hendaknya seorang pemuda berusaha mencari teman bergaul
orang-orang yang baik dan shaleh serta berakal, agar dia bisa mengambil manfaat
dari kebaikan, keshalehan dan akalnya. Maka hendaknya seorang pemuda menimbang
keadaan orang-orang yang akan dijadikan teman bergaulnya, dengan meneliti
keadaan dan akhlak merek.
4. Mengkonsumsi sumber-sumber bacaan yang merusak, baik berupa
artikel, surat kabar, majalah dan lain-lain, yang menyebabkan pendangkalan akidah
dan agama seseorang, serta menjerumuskannya ke dalam jurang kebinasaan,
kekafiran dan keburukan akhlak. Khususnya jika pemuda tersebut tidak memiliki
latar belakang pendidikan agama yang kuat dan pola pikir yang benar untuk dapat
membedakan antara yang benar dan yang salah, serta yang bermanfaat dan
membinasakan. Untuk mengatasi masalah ini, hendaknya seorang pemuda menjauhi
sumber-sumber bacaan tersebut, dan beralih kepada sumber-sumber bacaan lain
yang akan menumbuhkan dalam hatinya kecintaan kepada Allah dan , serta
menyuburkan keimanan danrRasul-Nya amal
shaleh dalam dirinya. Dan hendaknya dia bersabar dalam melakukan semua itu,
karena hawa nafsunya akan menuntut dia dengan keras untuk kembali membaca
bacaan-bacaan yang telah biasa dikonsumsinya, dan menjadikannya bosan serta
jenuh untuk membaca bacaan-bacaan lain yang bermanfaat. Ibaratnya seperti orang
yang berusaha melawan hawa nafsunya untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah,
tapi nafsunya enggan dan selalu ingin melakukan perbuatan yang sia-sia dan
salah. Sumber bacaan bermanfaat yang paling penting adalah al-Qur’an dan
kitab-kitab tafsir yang berisi riwayat-riwayat tafsir yang shahih dan
penafsiran akal yang benar. Demikian juga hadits-hadits Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, kemudian kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama ahlus
sunnah berdasarkan dua sumber hukum Islam ini.
5. Persangkaan keliru para pemuda yang menganggap bahwa ajaran
Islam mengekang kebebasan dan mematikan potensi mereka. Maka persangkaan ini
menyebabkan mereka berpaling dari syariat Islam dan meyakininya sebagai agama
yang ketinggalan jaman yang mengharuskan pemeluknya untuk mundur kebelakang dan
menghalangi mereka untuk mencapai kemajuan dan keterdepanan.
Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menyingkap tabir yang
menghalangi para pemuda dari memahami hakikat ajaran Islam yang sebenarnya,
melalui pengajaran dan nasehat yang baik dan bijaksana. Karena persangkaan
tersebut timbul dari ketidakpahaman, atau salah persepsi dalam menilai ajaran
Islam. Maka ajaran Islam tidaklah mengekang kebebasan manusia, tetapi justru
mengatur dan mengarahkan dengan baik kebebasan tersebut, agar tidak berbenturan
dengan kebebasan orang lain, jika kebebasan tersebut tidak dibatasi. Karena
tidak ada seorangpun yang menghendaki kebebasan mutlak tanpa batas kecuali dia
mesti akan mengorbankan kebebasan orang lain, sehingga terjadilah benturan yang
mengakibatkan timbulnya kekacauan dan kerusakan.
Oleh sebab itulah, Allah menamakan hukum-hukum dalam agama Islam dengan sebutan al-hudud (batasan-batasan), baik yang bersifat larangan, seperti firman Allah dalam QS. Al-Baqarah (2): 187.
Oleh sebab itulah, Allah menamakan hukum-hukum dalam agama Islam dengan sebutan al-hudud (batasan-batasan), baik yang bersifat larangan, seperti firman Allah dalam QS. Al-Baqarah (2): 187.
تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَقْرَبُوهَا
Terjemahan: ‘Itulah batasan-batasan (larangan) Allah,
maka janganlah kamu mendekatinya.
Ataupun yang
bersifat kewajiban, seperti dalam QS. Al-Baqarah (2): 229.
تِلْكَ
حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَعْتَدُوهَا
Terjemahan: ‘Itulah batasan-batasan Allah, maka
janganlah kamu melanggarnya’.
Generasi muda penerus bangsa semakin tidak
mengenal bangsanya sendiri. Nilai kepedulian dan rasa cinta tanah air mulai
memudar dari sanubari masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah karena sistem
pendidikan yang selama ini berjalan masih kurang tepat dan masih kurang sesuai
dengan kepribadian bangsa Indonesia. Pendidikan lebih difokuskan pada bidang
akademiknya saja, sedangkan yang menyangkut pendidikan moral spiritual belum
menjadi fokus perhatian. Hal tersebut sangat kontras dengan kepribadian bangsa
Indonesia yang sejatinya merupakan bangsa yang memegang teguh adat ketimuran
yang adi
luhung yang berarti bahwa bangsa Indonesia mempunyai nilai
spiritualisme yang tinggi.
Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, telah
menegaskan kepribadian bangsa Indonesia sebagai bangsa yang religius.
Religiusitas merupakan unsur pokok dan dominan dalam membentuk suatu
kepribadian manusia, yaitu manusia yang berkarakter yang mengarahkan dirinya
pada suatu keadaan untuk lebih mengenal penciptanya. Dengan mengenal Tuhan, maka
manusia akan memiliki orientasi hidup yang hakiki, yaitu melaksanakan ketaatan
atas ajaran Tuhan dan menjauhi segala larangan-Nya, atau yang kerap kali
didefinisikan sebagai ketaqwaan.
Melihat banyaknya krisis moral yang ada saat
ini tentu adanya suatu pendidikan religi menjadi salah satu solusi terbaik
untuk menyelamatkan karakter generasi penerus bangsa ini. Sebagai bangsa dengan
mayoritas penduduk beragama Islam, maka pendidikan keagamaan dan akhlak dapat
dimulai sejak usia dini. Pendidikan religi yang anak usia dini dapat dilakukan
secara informal melalui keluarga maupun lingkungan sosial masyarakat, salah
satu bentuknya adalah melalui Taman Pengajian Quran.
Islam mempunyai peranan yang sangat penting,
karena mencakup berbagai aspek kehidupan manusia guna membentuk insan kamil.
Hal ini tidak akan pernah terwujud apabila hanya dilimpahkan kepada lembaga
pendidikan formal semata, yang notabene sumber daya pengajar dan alokasi
waktunya sangat terbatas. Taman Pengajian Qur’an
adalah salah satu lembaga pendidikan lslam luar sekolah yang turut membantu
pemerintah dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita pendidikan tersebut. Dalam
pertumbuhan dan perkembangannya Taman Pengajian Qur’an mampu mengambil
perhatian dan memperoleh kepercayaan dari masyarakat, sehingga keberadaanya
sampai saat ini tetap bertahan. Wacana masyarakat tentang pentingnya pendidikan
Islam bagi anak melalui Taman Pengajian Qur’an sebagai pendidikan alternatif
serta sebagai bahan kajian perlu terus dikembangkan ditengah-tengah masyarakat
muslim.
Islam berupaya menyiapkan generasi yang memahami,
menghayati, dan mengamalkan ajaran agama melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan latihan dengan memperhatikan tuntutan dalam mewujudkan
persatuan nasional. Pendidikan umum, madrasah, pesantren, dan pendidikan di
masyarakat atau pendidikan tinggi merupakan ranah penting dalam membentuk
pandangan hidup dalam wujud keseimbangan. Dalam membentuk pandangan hidup yang
perlu diperhatikan ada apa di dalam diri manusia. Sebagaimana diketahui bahwa
manusia mempunyai jasad, akal, hati, nurani dan ruh.
Generasi Islam harus ditingkatkan keimanannya,
pemahamannya, penghayatan, dan pengamalan tentang nilai-nilai Islam sehingga
menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, serta
berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Generasi Islam bertujuan meningkatkan keyakinan, pemahaman,
penghayatan, dan pengamalan tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia
muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia, untuk
melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan.
Selain itu fungsi agama islam pada lembaga
pendidikan adalah sebagai berikut:
a.
Pengembangan peningkatan keimanan dan ketakwaan
kepada Allah SWT, yang telah ditanamkan
dalam dilingkungan keluarga.
b.
Penyaluran ilmu yang memiliki bakat khusus di
bidang agama agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat
dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan dapat pula bermanfaat untuk orang lain.
c.
Perbaikan kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan,
dan kelemahan-kelemahan dalam keyakinan, pemahaman, dan penerapan agama Islam
dalam kehidupan sehari-hari.
d.
Pencegahan untuk menangkal hal-hal negative
dari lingkungan peserta didik atau dari lingkungan budaya lain yang dapat
membahayakan dan menghambat perkembangan dirinya menuju manusia seutuhnya.
e.
Penyesuaian diri dengan lingkungannya, baik
lingkungan fisik maupun lingkungan social dan dapat mengubah lingkungannya
sesuai ajaran agama Islam.
f.
Memberikan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan
hidup di dunia dan akherat.
Ruang lingkup pembinaan agama Islam terhadap
generasi meliputi keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara:
a.
Hubungan manusia dengan Allah SWT.
b.
Hubungan manusia dengan sesama manusia.
c.
Hubungan manusia dengan dirinya sendiri.
d.
Hubungan manusia dengan mahluk lain dan
lingkungan.
Adapun ruang lingkup agama Islam meliputi tujuh
unsur pokok yaitu: Keimanan, Ibadah, Al Quraan, Akhlak, Muamalah, Syari’ah dan Tarikh.
Salah satu tujuan Islam adalah membina akhlak
generasi, dan sekolah adalah pihak ketiga yang tekait dalam urusan pendidikan.
Ada dua permasalahan apabila dikaitkan dengan tujuan pembinaan generasi, yaitu
minimnya alokasi waktu untuk pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah yang
hanya dua jam perminggu dan ketidak pedulian sebagian guru Pendidikan Agama
Islam untuk mencari hubungan positif antara Pendidikan Agama Islam di Sekolah
dengan Taman Pendidikan Qur’an. Keaktifan siswa mengikuti kegiatan Taman
Pendidikan Qur’an merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses
belajar mengajar dan merupakan salah satu usaha siswa dalam memenuhi kebutuhan
belajar yang pada akhirnya akan mempengaruhi prestasi yang dicapai oleh siswa.
Di samping keaktifan ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar,
yaitu: kecerdasan, motivasi, sikap, minat dan bakat.
Dalam literatur kependidikan Islam,
istilah pendidikan biasanya mengandung pengetian ta'lim, tarbiyah, irsyad,
tadris, ta'dib, tazkiyah, dan tilawah. Kata "Ta'lim"
berasal dari kata 'ilm yang berarti menangkap hakikat sesuatu; kata "tarbiyah"
berarti pendidikan; kata "irsyad" biasa digunakan untuk
pengajaran dalam thariqah (tasawuf); kata "tadris" berasal
dari akar kata "darasa-yadrusu-darsan wa durusan wa dirasatan",
yang berarti: terhapus, hilang bekasnya, menghapus, menjadikan usang, melatih,
mempelajari. Kata "ta'dib" berasal dari kata adab, yang
berarti moral, etika dan adab atau kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir dan
batin; kata "tazkiyah" berasal dari kata zaka', yang
berarti tumbuh atau berkembang; sedangkan kata "tilawah"
berarti mengikuti membaca atau meninggalkan.
Setiap manusia membutuhkan
pendidikan meskipun lingkungan umum dan alam sekitar yang tidak diorganisir
dapat mendidik manusia namun sangat membutuhkan pendidikan formal melalui
sekolah sebab hanya pendidikan formal yang mempunyai tujuan yang jelas.
H. M. Arifin mengatakan bahwa
pendidikan agama Islam adalah:
“Usaha orang dewasa Muslim yang bertakwa
secara sadar mengrahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah
(kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal
pertumbuhan dan perkembangan”.
Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
merupakan salah satu mata pelajaran pokok dari sejumlah mata pelajaran yang
harus ditempuh oleh siswa, yang bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan
ketakwaan peserta didik serta memiliki akhlak mulia dalam kehidupannya
sehari-hari. Sejauh ini para guru berpandangan bahwa pengetahuan adalah sesuatu
yang harus dihapal, sehingga pelajaran Pendidikan Agama Islam cukup disampaikan
dengan ceramah sehingga pembelajaran di kelas selalu berpusat pada guru. Dengan
pendekatan kontekstual diharapkan siswa bukan sekedar objek akan tetapi mampu
berperan sebagai subjek, dengan dorongan dari guru mereka diharapkan mampu mengkonstruksi pelajaran
dalam benak mereka sendiri, jadi siswa tidak hanya sekedar menghapalkan
fakta-fakta, akan tetapi mereka dituntut untuk mengalami dan akhirnya menjadi
tertarik untuk menerapkannya.
Sedangkan pengertian pendidikan agama
Islam secara formal dalam kurikulum berbasis kompetensi dikatakan bahwa “Pendidikan
agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik
untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertakwa, dan berakhlak
mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Qur’an
dan hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan
pengalaman. Dibarengi tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam
masyarakat hingga terwujudnya kesatuan dan persatuan bangsa”.
Munculnya anggapan-anggapan yang
kurang menyenangkan tentang Pendidikan Agama Islam seperti; Islam diajarkan
lebih pada hafalan (padahal Islam penuh dengan nilai-nilai) yang harus
dipraktekkan. Pendidikan agama Islam lebih ditekankan pada hubungan formalitas
antara hamba dengan Tuhan-Nya; penghayatan nilai-nilai Islam kurang mendapat
penekanan dan masih terdapat sederet respon kritis terhadap pendidikan agama.
Hal ini disebabkan penilaian kelulusan siswa dalam pelajaran agama hanya diukur
dengan berapa banyak hafalan dan mengerjakan ujian tertulis dikelas. Sedangkan
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam itu secara keseluruhan dalam lingkup
Al-Qur’an dan Al-Hadits, keimanan, akhlak, fiqih/ibadah, dan sejarah.
Pendidikan Agama Islam juga bisa
diartikan sebagai upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik
untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak
mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran
dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,latihan, serta penggunaan
pengalaman. Dibarengi tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam
hubunganya dengan kerukunan antar ummat beragama dalam masyarakat hingga
terwujudkesatuan dan persatuan bangsa.
Tujuan utama pendidikan agama Islam
di sekolah adalah keberagamaan, yaitu menjadi muslim yang sebenarnya.
Keberagamaan inilah yang selama ini kurang di perhatikan. Cara Mencapai Tujuan
itu. Tujuan itu, secara sederhana, dapat dicapai dengan pengajaran kognitif
(untuk pemahaman), latihan melakukan (untuk keterampilan melakukan) dan usaha
internalisasi (untuk keberagamaan). Upaya memberagamakan akan lebih mudah
dilakukan di sekolah bila pendidikan agama itu dijadikan core sistem
pendidikan.
Tantangan yang dihadapi dalam
Pendidikan Agama khususnya Pendidikan Agama Islam sebagai sebuah mata pelajaran
adalah bagaimana mengimplementasikan pendidikan agama Islam bukan hanya
mengajarkan pengetahuan tentang agama akan tetapi bagaimana mengarahkan peserta
didik agar memiliki kualitas iman, taqwa dan akhlak mulia. Dengan demikian
materi pendidikan agama bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama akan
tetapi bagaimana membentuk kepribadian siswa agar memiliki keimanan dan
ketakwaan yang kuat dan kehidupannya senantiasa dihiasi dengan akhlak yang
mulia dimanapun mereka berada, dan dalam posisi apapun mereka bekerja.
Maka saat ini yang mendesak adalah
bagaimana usaha-usaha yang harus dilakukan oleh para guru Pendidikan Agama
Islam untuk mengembangkan metode-metode pembelajaran yang dapat memperluas
pemahaman peserta didik mengenai ajaran-ajaran agamanya, mendorong mereka untuk
mengamalkannya dan sekaligus dapat membentuk akhlak dan kepribadiannya.
Pendidikan Islam berhasil manakala
kegiatannya dilakukan melalui banyak cara, baik yang dilakukan melalui kegiatan
yang direncanakan atau didisain konsepnya, maupun yang tidak direncanakan
melalui seringnya bertemu, bertanya, dan bergaul dengan orang atau siapa saja
yang dianggap lebih mengetahui, lebih baik dan lebih berhasil. Dalam pandangan
Islam, orang yang tidak banyak mengetahui tentang sesuatu dianjurkan untuk
bertanya kepada orang (ahli) yang dianggap lebih mengetahui.
Proses
bertanya sebagai awal dari proses pengumpulan pengetahuan merupakan modal dasar
dalam kegiatan pandidikan Islam, dan ini bisa dilakukan melalui kegiatan formal
dalam lembaga pendidikan Islam, maupun dalam kegiatan interaksi sosial dengan
siapa saja dalam kehidupan ini. Inilah pentingnya dunia pendidikan jalur
kegiatan formal sekolah maupun luar sekolah/pendidikan keagamaan dalam
kehidupan individu, keluarga, dan masyarakat. Pendidikan Islam sekarang ini
dihadapkan pada tantangan kehidupan manusia modern. Dengan demikian, pendidikan
Islam harus diarahkan pada kebutuhan perubahan masyarakat modern.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar